Bareskrim Bakal Cari Pembeli Baju Bergambar Palu Arit dari Warga Cililin
Brigjen Agung Setya mengatakan saat ini penyidik sudah mulai mendata sekitar 50 orang yang membeli baju terlarang tersebut.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penjualan baju bergambar palu arit secara online, dengan tersangka Hendra Saputra (32), warga Cililin, Bandung, Jawa Barat yang kini ditahan Bareskrim terus dikembangkan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya mengatakan saat ini penyidik sudah mulai mendata sekitar 50 orang yang membeli baju terlarang tersebut.
"Siapa-siapa pembelinya sudah diketahui, nanti mereka akan kami periksa. Pembelinya ada di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa," ucap Agung Setya, Jumat (6/1/2017).
Agung Setya melanjutkan nantinya para pembeli itu akan diperiksa soal motif membeli baju bergambar palu arit.
Bahkan baju yang mereka beli seharga Rp 115 ribu itu akan disita oleh penyidik untuk dijadikan barang bukti.
"Iya nanti ada yang diambil, disita untuk dijadikan barang bukti," tambahnya.
Seperti diketahui, awalnya tersangka Hendra Saputra menjalani usaha konveksi selama tiga tahun dibantu enam karyawannya.
Namun enam bulan terakhir, Hendra Saputra merambah usaha penjualan baju bergambar palu arit secara online dan sudah menerima 50 pesanan.
Baju tersebut dijual Rp 115 ribu per item. Ada yang warga merah, hitam, dan lainnya. Bahkan ada yang lengan panjang maupun pendek.
Kini Hendra sudah ditahan di Polda Metro Jaya, penahanan Hendra oleh Bareskrim dititipkan di Polda Metro.
Selain menangkap Hendra, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti berupa kaos bergambar palu arit, alat cetak, komputer, CPU, dan rekening yang digunakan untuk transaksi penjualan kaos.
Henda terancam hukuman 12 tahun penjara, dia dijerat dengan Pasal 107 a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP.
Pasal tersebut mengatur kebijakan tentang kejahatan terhadap keamanan negara, yakni tindak pidana dengan sengaja melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan atau dari media apapun, menyatakan keinginan ajaran Komunisme/Marxisme dalam segala perwujudan.
Selain itu, Hendra juga dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari hasil pemeriksaan Hendra dinilai sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kelompok tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan. Motif Hendra menjual kaos yakni demi alasan ekonomi.