Tim Bentukan Sumarsono Bongkar Pungli dalam Perekrutan PHL, Begini Faktanya
Dari penelusuran tim tersebut, terbukti ada seorang oknum di kelurahan yang melakukan pungli terhadap PHL.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah mendapat banyak keluhan dari pekerja harian lepas (PHL), Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono membentuk tim pencari fakta.
Tim tersebut bergerak ke tiap wilayah untuk menelusuri kejanggalan perekrutan PHL.
Dari penelusuran tim tersebut, terbukti ada seorang oknum di kelurahan yang melakukan pungli terhadap PHL.
"Saya lupa dari kelurahan mana, pokoknya dia staf kelurahan, belum diberi sanksi, satu orang saja, dia mengaku dan masih di BAP," ujar Sumarsono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (23/1/2017).
Kepala Inspektorat DKI Jakarta Zainal mengatakan, oknum tersebut merupakan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana lingkungan hidup di Kelurahan Pondok Labu dengan inisial MS.
MS meminta uang sebesar Rp 400.000 per PHL saat proses rekrutmen dengan iming-iming bisa memperpanjang kontrak.
Ada lima orang PHL yang dimintai uang oleh MS.
"Kami sudah investigasi dan terbukti bahwa MS meminta uang Rp 400.000 terhadap masing-masing PHL," ujar Zainal.
Zainal menuturkan, praktik pungli ini bisa terungkap karena ada laporan dari korban.
Dari lima orang yang memberikan uang kepada MS, ada satu orang PHL yang akhirnya melapor kepada tim.
Diberi sanksi
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika mengatakan, oknum di Kelurahan Pondok Labu, Jakarta Selatan, yang melakukan pungli terhadap PHL akan diberikan sanksi saat sudah diketahui motif perbuatannya.
"Dilihat dulu apakah dia sengaja meminta atau tidak atau malah dia dibujuk untuk menerima, tergantung hasil pemeriksaan," ucap Agus.
Sanksi paling ringan untuk oknum tersebut adalah pemberhentian dari jabatan.
Hukuman bisa lebih berat jika ternyata oknum itu sudah melakukan pungli berulang kali.
"Apalagi untuk jabatan kepala seksi, hukuman paling ringan itu pemberhentian dari jabatan. Kalau berhenti dari PNS (pegawai negeri sipil) itu tergantung, dilihat ini sudah berulang kali atau belum, lalu apakah dia menutupi," ujar Agus.
Selain hukuman itu, tunjangan kinerja daerah (TKD) MS juga terancam diputus selama tiga tahun.
Besar TKD itu lebih besar daripada pungli yang dia minta kepada PHL.
"Makanya, saya bilang, dia dapat Rp 2 juta, tetapi hilang ratusan juta," ujar Inspektorat DKI Jakarta Zainal.
Zainal mengatakan, besar TKD yang biasa diterima oknum tersebut tiap bulan juga lebih besar daripada pungli Rp 2 juta yang diterima.
"Kalau TKD dia Rp 8 juta, dikalikan saja dengan 36 bulan," ujar Zainal.
Zainal mengatakan, uang Rp 2 juta itu sudah dikembalikan ke lima PHL.
Penerapan sanksi terhadap MS masih menunggu terbitnya surat keputusan.
Sementara itu, Agus Suradika mengatakan, kasus itu merupakan bukti bahwa belum semua PNS DKI melakukan revolusi mental.
Seharusnya, aparat sipil negara tidak boleh menerima atau meminta uang.
"Kalau masih ada pasti segera kami tindak, hukumannya berat kalau soal suap," ujar Agus. (Kompas.com/Jessi Carina)