Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebaiknya Demokrat Dorong Kasus Dugaan Korupsi Sylvi Disegerakan Bukan Menunda

Atas hal itu, pengamat Politik Ray Rangkuti menilai permintaan politikus Demokrat itu terlambat.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sebaiknya Demokrat Dorong Kasus Dugaan Korupsi Sylvi Disegerakan Bukan Menunda
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta yang juga Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 Sylviana Murni tiba saat akan menjalani pemeriksaan di gedung Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (20/1/2017). Sylviana Murni diperiksa sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di Wali Kota Jakarta Pusat (Jakpus) Tahun 2010-2011. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menilai, Kepolisian seharusnya menunda pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di kantor Wali Kota Jakarta Pusat maupun pengelolaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014 dan 2015.

Kedua kasus itu menyeret nama calon Wakil Gubernur DKI yang diusung Demokrat, Sylviana Murni.

Atas hal itu, pengamat Politik Ray Rangkuti menilai permintaan politikus Demokrat itu terlambat.

Sejatinya permintaan seperti ini dapat disampaikan sejak kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok terjadi.

"Sehingga polisi tidak perlu mengubah telegram internal mereka yang menyatakan bahwa siapapun yang dilaporkan karena dugaan melakukan tindak pidana selama prosea pilkada berlangsung harus ditunda," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Selasa (31/1/2017).

Sayang, kata Ray Rangkuti, masih cukup kuat melekat dalam benak publik, satu tokoh yang terlihat mendorong kasus Ahok itu segera diproses adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tentu, tak elok jika dorongan SBY itu, kini harus dilaksanakan secara parsial.

BERITA REKOMENDASI

Tentu saja, kasus Ahok dan Sylvi adalah dua kasus yang berbeda, lebih lanjut Ray Rangkuti menjelaskan.

Tak ada yang bisa menyanggah itu. Kasus pertama dugaan penistaan agama dan yang lain dugaan korupsi. Dua hal yang jelas berbeda.

Yang sama adalah kedua kasus ini terjadi dalam pelaksanaan pilkada DKI Jakarta 2017.

Lantas melalui cara apa dan dasar apa membuat dua kasus yang beda ini tapi dalam satu masa yang sama harus diberlakukan berbeda pula? Demikian Ray Rangkuti mempertanyakan.

Kasus penistaan agama memang menyedot perhatian masyarakat.

Tapi dia tegaskan, tindak pidana korupsi adalah praktek pidana yang kita sepakati sebagai musuh bersama dan sebagai kejahatan luar biasa. Apalagi nilainya merusak sangat luar biasa.


"Kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa justru seharusnya harus mendapat penanganan cepat, tepat dan dengan sanksi maksimal," ujarnya.

Dalam konteks ini, menurutnya, menyegerakan proses penyelidikan atas kasus dugaan korupsi yang meneret Sylvi justru jauh lebih bisa dimaklumi daripada menundanya.

Bukan saja karena sifat dari tindak pidananya yang masuk kategori kejahatan luar biasa, juga demi kepentingan warga DKI agar mereka memiliki kepastian dalam memilih siapa kiranya calon kepala daerah yang akan mereka pilih.

"Oleh karena itu, baiknya Partai Demokrat mendorong kasus ini disegerakan dan dengan begitu, warga akan dapat melihat dengan jelas bahwa dugaan adanya tindak pidana itu adalah tidak mendasar. Karena itu mereka tak perlu ragu untuk memilih pasangan yang diusung koalisi Demokrat," katanya.

Apalagi jika berkaca dari kasus Ahok, proses hukum yang cepat kepadanya justru memunculkan sikap empati dari pemilih.

Karena tanpa diduga, Ahok sekarang mulai menuai dukungan balik setelah lebih dari setengah pemilihnya kemarin berpaling.

"Proses hukum yang cepat ternyata dapat mendongkrak elektabilitas Ahok. Terakhir penting untuk mengingatkan pepatah lama kita jangan sampai : tiba di perut dikempiskan, tiba di mata dipicingkan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas