Kampung Arus di Jakarta Timur Dilanda Banjir, Warga Siap Mengungsi
Kampung Arus di RW 02 Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, kembali dilanda bencana banjir.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kampung Arus di RW 02 Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, kembali dilanda bencana banjir.
Minggu (12/2/2017) sore, ketinggian air dari luapan Kali Ciliwung sudah mencapai 70 centi meter.
Warga sibuk membereskan barang-barang karena air mulai masuk ke dalam rumah.
Ketua RW 02, Juanda, mengatakan air mulai menggenangi wilayah itu sejak Minggu siang sekitar pukul 13.00 WIB.
Ketinggian air makin memprihatinkan beberapa jam kemudian.
"Kami tadi siang sudah mendapat kabar dari BPPD DKI ketinggian Bendung Katulampa sudah siaga tiga dengan posisi ketinggian 30 cm. Tak lama kemudian Ciliwung mulai meluap dan masuk ke perkampungan," jelas Juanda saat ditemui di lokasi banjir, Minggu sore.
Warga segera berbenah mengamanan harta benda. Warga lain bersiaga di sebuah pos ronda, mengantisipasi banjir makin meninggi.
Sejumlah bantuan dari Sudinsos Jakarta Timur juga mulai berdatangan pada Minggu petang, di antaranya beras, mie instan, sarden, seragam sekolah, tenda, matras dan sejumlah kebutuhan lain.
Juanda menambahkan, sebanyak 700 rumah di RT09,10,11 dan 12 terdampak banjir tersebut.
Ia pun mengimbau kepada warga untuk selalu bersiaga karena ketinggian air sewaktu-waktu bisa meningkat.
"Malam ini saya bersama warga siaga satu antisipasi air makin meninggi," terangnya.
Titin (37), warga RT11/02 mengaku tidak terkejut menyambut kedatangan banjir.
Ketika mendengar teriakan warga soal kedatangan banjir, ia segera membenahi berbagai barang penting di lantai satu rumahnya dan memindahkannya ke lantai dua.
"Banjir di sini sudah sering. Jadi biasa saja. Paling ikut siaga saja kalau airnya makin ninggi. Paling-paling ngungsi di posko," jelasnya.
Hanya saja, ia kuatir terhadap kesehatan anak-anaknya. Pasalnya, setiap banjir datang, anaknya selalu sakit. "Anak saya kalau ga gatal-gatal ya demam, badannya panas. Yang saya kuatirkan itu saja," imbuhnya.
Tanpa solusi
Juanda mengatakan, banjir di kawasan tersebut sudah terjadi sejak 1996. Banjir paling parah terjadi pada 2007 dan 2013.
Saat itu, Juanda ingat betul ketika banjir setinggi tujuh meter menenggelamkan perkampungan.
"Warga hanya trauma itu saja. Dulu rumah-rumah tingkat saja sampai tenggelam," ujarnya.
Sejauh ini kata Juanda belum ada solusi yang diberikan oleh pemerintah, meski hanya membuat tanggul sementara agar luapan Kali Ciliwung tak masuk ke perkampungan.
Rencana normalisasi Kali Ciliwung di kawasan itu pun belum jelas kapan dilaksanakan.
Padahal, kata Juanda, warga telah lama menyerahkan data beserta surat-surat kepemilikan rumah kepada Pemkot Administrasi Jakarta Timur untuk dilakukan verifikasi terkait penggantian ganti rugi lahan.
Sampai saat ini, imbuhnya, belum ada kabar lanjutan dari BPN Jakarta Timur soal proses validasi itu.
"Ada sekitar 80 dokumen yang kami kasih ke BPN Jaktim untuk bangunan yang terdampak normalisasi. Kebanyakan surat tanah adat, girik. Tapi sampai saat ini belum ada kabar."
Justru, imbuhnya, banyak oknum tidak dikenal yang memanfaatkan situasi itu dengan menjanjikan warga bisa mendapatkan ganti rugi dengan membayar sejumlah uang.
"Ada sejumlah orang datang ke sini menemui warga dan menjanjikan mereka dipastikan mendapat ganti rugi. Ini justru banyak orang mau mengambil kesempatan dalam kesempitan. Padahal warga hanya meminta kejelasan saja," ujarnya.
Mengingat musim hujan masih berlangsung, Juanda mewakili aspirasi warga meminta supaya Pemerintah Kota Jakarta Timur membuatkan tanggul sementara supaya warga bisa lebih tenang.
Penulis: Feryanto Hadi