Enam Hal Ini Jadi Pantauan JPPR Saat Proses Pilkada DKI 2017
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat enam hal yang menjadi sorotannya dalam Pilkada DKI Jakarta.
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat enam hal yang menjadi sorotannya dalam pemungutan suara di Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung kemarin, Rabu (15/2/2017).
Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz mengatakan hal pertama yang dipantau ialah kepatuhan terhadap waktu pemungutan suara.
"Hasil pemantauan kami dari 940 TPS di Jakarta, ada 85 TPS yang terlambat dalam pembukaan TPS," kata Masykurudin kepada Tribunnews.com, Kamis (16/2/2017).
Baca: Ini Sejumlah Kasus yang Ditemukan Bawaslu DKI Saat Pencoblosan
Baca: Temuan Bawaslu DKI: 150 Orang Tak Dapat Gunakan Hak Pilihnya di Pilkada
Menurutnya, pembukaan TPS tak tepat waktu telah melanggar pasal 3 Peraturan KPU nomor 14/2016, yang menyebutkan TPS harus pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00.
Hal tersebut terjadi karena petugas datang terlambat di TPS 17, Batuampar, Kramat Jati, TPS 5 kelurahan Kayuputih, Pulogadung, dan TPS 14 kelurahan Menteng, Setiabudi.
"Lalu karena alasan proses persiapan logistik, di TPS 32 Kelurahan Kayuputih, TPS 23 Batuampar juga telat membuka TPS," ujarnya.
Faktor lainnya adalah saksi yang terlambat datang ke TPS seperti di TPS 25 Kelurahan Jembatan Lima, Tambora dan TPS 21 di Lagoa, Koja.
Selain itu, JPPR juga memantau kelengkapan sarana pemungutan suara.
"Ada tujuh persen yang mengalami kerusakan logistik TPS. Kotak suara tidak bersegel, di TPS 14 di kelurahan Semanan, Kalideres. Lalu di TPS 22 Cakung Barat, Cakung, terjadi kerusakan kertas suara dikarenakan basah," paparnya.
Ketiga berkaitan dengan informasi pemilih bahwa ada tiga persen TPS yang tidak memasang DPT di papan pengumuman di TPS.
Kondisi itu terlihat di TPS 25 di Jembatan Lima, Tambora dan juga TPS 25 di Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jatinegara.
Hasil pemantauan yang keempat, Masykurudin menyebutkan masih terdapat warga yang tidak terdaftar dalam DPT.
"25 persen TPS di Jakarta masih bermasalah terkait penggunaan hak pilih," ujar Masykurudin.
Kelima, terkait kemandirian proses pemungutan suara dimana masih banyak praktek untuk memengaruhi pemilih agar mendukung salah satu pasangan calon.
Ada 56 TPS, diantaranya terjadi di TPS 11 Tegal Parang, TPS 57 Sunter Jaya.
"Sisanya 884 TPS atau 94 persen tidak didapati praktek tersebut," ujarnya.
Ketersediaan alat bantu, juga menjadi fokus pantauan JPPR yang keenam.
Ada 85 persen TPS yang menyediakan alat bantu tuna netra untuk memilih, dan 15 persennya petugas TPS menjawab alat bantu itu tidak ada.
Masykurudin menambahkan, salah satu aspek jaminan kerahasiaan pemungutan suara di TPS adalah ketersediaan alat bantu untuk disabilitas agar bisa menentukan pilihannya.
Untuk diketahui, pemantauan dilakukan di 40 kecamatan di lima kota administrasi (Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan).
Ada 940 TPS yang dipantau setelah masing-masing kecamatan mengambil 24 TPS secara acak.