Ahli Ungkap Kebohongan Brigadir Medi di Persidangan
Sidang mutilasi anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (28/2/2017). Pada sidang dengan terd
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Sidang mutilasi anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (28/2/2017).
Pada sidang dengan terdakwa Brigadir Medi Andika ini, penuntut umum menghadirkan saksi ahli di bidang poligraf.
Saksi ahli tersebut adalah Komisaris Nurkolis, anggota Bareskrim Polri. Di dalam kesaksiannya, Nurkolis mengungkapkan, bahwa Medi terindikasi berbohong saat ditanyakan mengenai kasus mutilasi Pansor. “Kesimpulannya, Medi terindikasi berbohong 98,6 persen,” ujar dia.
Kesimpulan tersebut didapat setelah Nurkolis memeriksa Medi menggunakan poligraf.
Poligraf adalah alat yang dipasang di tubuh seseorang yang tujuannya untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap suatu pertanyaan jujur atau berbohong.
Nurkolis mengatakan, tim memasang empat sensor di tubuh Medi. Yaitu di dada, perut, lengan kiri dan di jari-jari. Sensor ini dipasang untuk mengetahui perubahan pada pernafasan, detak jantung dan tekanan kulit.
Setelah dipasang empat sensor, Nurkolis mengajukan 11 pertanyaan terhadap Medi. Dari 11 pertanyaan, tiga pertanyaan adalah mengenai kasus mutilasi dan delapan pertanyaan lainnya tidak terkait kasus tersebut.
Tiga pertanyaan yang diajukan ke Medi adalah apakah mengetahui siapa yang menyebabkan Pansor meninggal dunia? Pertanyaan kedua adalah apakah kamu (Medi) yang menyebabkan Pansor meninggal dunia?
Pertanyaan ketiga yang diajukan adalah apakah kamu (Medi) terlibat dalam kasus meninggalnya Pansor? Dari ketiga pertanyaan itu, Medi menjawab semua pertanyaan dengan jawaban tidak. Jawaban Medi lalu dianalisa sembilan kali menggunakan alat poligraf.
Hasilnya, ada perubahan signifikan dari tubuh Medi yang berbentuk grafik. Kesimpulannya, tutur Nurkolis, tingkat kejujuran 0,014 dan tingkat kebohongan 9,86.
“Jika dipresentase, tingkat indikasi kebohongan mencapai 98,6 persen,” jelas Nurkolis.
Nurkolis mengungkapkan, tingkat akurasi pemeriksaan menggunakan alat poligraf mencapai 90 persen. Sedangkan 10 persen sisanya, menurut dia, tidak bisa dianalisa. “Jadi dalam penggunaan alat ini, tidak ada istilah eror. Yang ada adalah tidak bisa dianalisa,” terangnya. (*)