Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Seorang Pengepul Kembali Ditetapkan Sebagai Tersangka Monopoli Cabai

Namun, baru tiga pengepul yang cukup bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Seorang Pengepul Kembali Ditetapkan Sebagai Tersangka Monopoli Cabai
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakabareskrim Irjen pol Antam Novambar (kedua kanan) bersama Dirjen Kementerian Pertanian RI Spundnik Sujono (kedua kiri) memberikan keterangan saat rilis pengungkapan kasus penimbunan cabai di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (3/3/2017). Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Polri meringkus dua orang pengepul cabai rawit merah inisial SJN dan SNO. Cabai rawit merah yang seharusnya dipasok ke Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, malah dijual keduanya ke perusahaan tertentu dengan harga Rp 181.000 perkilo. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri kembali menetapkan seorang pengepul atau supplier berinisial R sebagai tersangka permufakatan jahat monopoli cabai rawit merah.

R diduga ikut dalam permufakatan penjualan cabai hasil panen petani ke pihak perusahaan dengan harga tinggi.

"Kasus cabai ini sudah ada tiga tersangka," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Martinus Sitompul, di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Menurut Martinus, R dan dua tersangka sebelumnya, yakni SJN dan SNO, dijerat dengan Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Tersangka R dijadwalkan diperiksa penyidik Subdit Industri dan Perdagangan Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri pada Kamis, 9 Maret 2017.

Martinus mengakui ada sembilan pengepul yang diduga terlibat praktik jahat monopoli cabai rawit merah yang disidik oleh Dittipideksus Bareskrim Polri.

Namun, baru tiga pengepul yang cukup bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Berita Rekomendasi

Para pengepul tersebut diduga mengepul cabai hasil panen petani dari sejumkah sentra di Pulau Jawa sejak tahun 2016.

Selanjutnya mereka membuat kesepakatan untuk menjual cabai tersebut ke perusahaan-perusahaan berbahan baku cabai dengan harga tinggi.

Seharusnya cabai tersebut didistribusikan ke pedagang pasar induk untuk selanjutnya didistribusikan ke konsumen.

Cabai rawit merah dari petani yang biaya produksinya hanya Rp10 ribu/kg, justru dibuat kesepakatan oleh sekelompok pengepul untuk dijual ke sejumlah perusahaan dengan harga jual Rp180 ribu/kg.

Padahal, harga jual tertinggi cabai rawit merah ke tingkat konsumen yang dipatok pemerintah sesuai Permendag Nomor 63/2016, hanya sebesar Rp29 ribu/kg.

"Sebagaimana dipahami perusahaan juga membutuhkan cabai untuk membuat produknya, seperti membuat sauce," ujarnya.

Modus lain kelompok pengepul tersebut, yakni dengan sistem penjualan konsinyasi.

Di mana, para pengepul dan petani membuat kesepakatan untuk menjual cabai hasilnya panennya dengan harga tinggi langsung ke pedagang besar.

Diduga akibat permainan para pengepup tersebut membuat cabai rawit merah langka di pasaran masyarakat dan berimbas melejitnya harga komoditi tersebut di tingkat konsumen tahun lalu.

Martinus menambahkan, kasus berkaitan kenaikan harga cabai ini bukan terjadi karena permainan kartel cabai, melainkan pengalihan distribusi cabai.

Sebab, tidak ada penimbunan cabai yang dilakukan oleh para pengepul tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas