Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nusron Bekali Saksi Golkar Strategi Melawan Isu SARA

Partai Golkar malam ini kembali menggelar pengajian dalam rangka mempersatukan bangsa dan memperkuat ukhuwah islamiyah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Nusron Bekali Saksi Golkar Strategi Melawan Isu SARA
Tribunnews.com
Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Indonesia I (Jawa dan Sumatera), Nusron Wahid dalam sambutan acara pengajian di Raja Konro Daeng Naba, Jl Ampera Raya, Pasarminggu, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar malam ini kembali menggelar pengajian dalam rangka mempersatukan bangsa dan memperkuat ukhuwah islamiyah.

Secara khusus, Golkar dalam pengajian itu sekaligus membekali para saksi dan relawan yang akan terlibat dalam pemenangan pasangan nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta putaran dua pada tanggal 19 April nanti.

Dalam pengajian itu yang diselenggarakan di Kecamatan Pasarminggu, para saksi dibekali bagaimana melawan isu SARA yang selama ini dijadikan alat untuk mengganggu pasangan Ahok-Djarot dan orang-orang yang memilihnya.

"Kalau ada yang seperti itu (penggunaan isu SARA), Partai Golkar wajib melawan, para saksi di lapangan harus bisa melawan adanya praktik seperti itu," kata Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Indonesia I (Jawa dan Sumatera), Nusron Wahid dalam sambutan acara pengajian, di Raja Konro Daeng Naba, Jl Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).

Hadir dalam acara itu Ketua DPD II Jakarta Selatan Ikhsan Ingratubun, dan bupati terpilih Kabupaten Batang, Wihaji. Adapun penceramah adalah Ustadz Zuhri Yaqub dari Jakarta Barat.

Nusron mengatakan, Partai Golkar tidak ingin Islam yang Rahmatan Lil Alamin dirusak oknum orang Islam itu sendiri.

Untuk itu, di hadapan sekitar 500 orang yang hadir dan beberapa ibu-ibu yang akan diberangkatkan umroh oleh Djarot Saiful Hidayat, Nusron mengajak untuk bersama-sama memangkan pasangan Ahok-Djarot.

Berita Rekomendasi

"Kenapa kita ingin menangkan pasangan nomor dua, karena pasangan nomor dua yang paling menguntungkan buat Jakarta, buat umat Islam. Seumur-umur, baru kali ini ada masjid di balai kota, namanya Masjid Fatahillah, nama dari Sunan Gunungjati," ungkap Nusron.

Karena pasangan nomor dua juga, kata Nusron, dalam kepemimpinannya selalu berpihak kepada umat Islam.

"Belum ada gubenrur di Jakarta dimana para ustadz, marbot, pengurus masjid, takmir, akan dapat gaji bulanan. Dan semua imam masjid dan mushola dalam 5 tahun nanti akan diumrohkan, semua. Jadi nanti tidak ada imam masjid, takmir, marbot, yang tidak bisa berangkat umroh," bebernya.

Tetapi persoalannya, lanjut Nusron, sekarang ini pasangan nomor dua selalu diganggu, bahkan yang akan milih juga terus diganggu. Ada berbagai macam ancaman untuk mengganggu mereka yang memilih pasangan nomor dua, mulai dari tudingan kafir, tidak akan masuk surga, hingga tidak akan disholatkan jenazahnya.

"Saya katakan, orang yang berpendapat seperti itu bukan golongan ahlu sunnah wal jamaah. Karena ada hadis nabi yang diriwayatkan Ibnu Umar yang menyebutkan bahwa alamatnya ahlu sunah wal jamaah itu ada 10.

"Yang nomor 7 menyebutkan tidak boleh mengkafirkan seseorangatau orang lain selama orang tersebut masih ahli qiblat atau masih sholat. Kalau selama masih sholat dikafirkan, maka yang mengkafirkan bukanlah ahlu sunah wal jamaah," bebernya.

"Ini hanya karena beda pilihan, kok dianggap kafir, dikatakan masuk neraka. Terus yang masuk surga siapa?," tukasnya.

Kemudian soal ancaman tidak disholatkan jenazah bagi yang memilih Ahok-Djarit.

"Memang kalau enggak disholati yang dosa yang mati? Yang dosa adalah yang hidup," tegasnya.

"Nah orang yang mengancam itu juga di hadisnya: Menolak untuk sholat kepada orang mati padahal orang yang mati itu ahli qiblat, yang masih sholat dalam hidupnya, itu bukan alamat ahlu sunnah wal jamaah," terang Nusron.

Sementara itu, Ustadz Zuhri Yaqub dalam ceramahnya mengatakan, berdasarkan hasil ijtihad para ulama, ada yang membolehkan memilih non muslim menjadi pemimpin seperti gubernur. Maka dari itu, bagi yang beda pilihan tidak boleh mengkafirkan sesama.

"Jangan hanya karena sahwat kekuasaan, takut kalah, lalu mengkafirkan yang beda pilihan," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas