LBH: Penggusuran di Jakarta Melanggar HAM
"Harusnya ada musyawarah, pemberitahuan yang layak, relokasi sebelum penggusuran," ujar Alldo
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alldo Fellix Januardy mengatakan, kasus penggsuran yang dilakukan di DKI Jakarta melanggar hak asasi manusia (HAM).
Sebab, proses penggusuran tidak dilakukan sesuai standar HAM yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
"Harusnya ada musyawarah, pemberitahuan yang layak, relokasi sebelum penggusuran," ujar Alldo di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2017).
Ketiga instrumen tersebut seharusnya dilakukan sebelum penggusuran. Kemudian, pada saat penggusuran dilakukan, standar HAM yang harus diperhatikan yakni perlindungan prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional.
Baca: LBH Jakarta: Ahok Mungkin Pecahkan Rekor Penggusuran di DKI
Sementara pasca-penggusuran, korban tergusur harus mendapatkan perumahan yang layak, kompensasi, dan perlindungan harta benda.
Alldo mengatakan, instrumen-instrumen standar HAM tersebut tidak dipenuhi saat penggusuran dilakukan.
"Kami catat mayoritas penggusuran, baik hunian maupun unit usaha, dilakukan tanpa proses yang musyawarah. Hanya 5 persen kasus penggusuran hunian yang dilakukan dengan musyawarah di 2016, 4 persen unit usaha," kata dia.
Tak hanya itu, kekerasan juga kerap terjadi dalam penggusuran. Ada pula perampasan harta benda milik korban tergusur karena disita oleh penggusur. Hal tersebut biasanya lebih banyak menimpa para pedagang kaki lima (PKL).
"Jadi gerobaknya diambil, kios kecilnya diambil, barang-barangnya diambil, kemudian disita, dihancurkan oleh Satpol PP sehingga besoknya mereka tidak bisa berusaha lagi," kata Alldo.
Selama 2016, LBH Jakarta mencatat ada 193 kasus penggusuran di DKI Jakarta dengan korban tergusur 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha.
Mayoritas penggusuran dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Selain itu, ada pula penggusuran yang dilakukan pihak lainnya, seperti penggusuran di Kompleks TNI Zeni Mampang yang dilakukan oleh TNI.
Penulis: Nursita Sari
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.