Lakpesdam PBNU: Hampir Tak Ada Terdakwa Bebas dalam Kasus Penodaan Agama
Baik Yusman Roy maupun Ahok sama-sama didakwa secara alternatif dengan Pasal 156a dan atau Pasal 156 KUHP.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad menceritakan riset yang pernah dia lakukan soal kasus dugaan penodaan agama di Indonesia.
Salah satu kesimpulan yang didapat dari riset tersebut, kata dia, terdakwa kasus dugaan penondaan agama yang didesak massa rata-rata dihukum penjara oleh majelis hakim.
"Dalam kasus-kasus (dugaan penodaan agama) yang melibatkan massa yang besar, itu hampir tidak ada yang terdakwanya itu bebas," kata Rumadi dalam acara diskusi di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).
Rumadi lantas membandingkan dua kasus, yakni kasus Yusman Roy yang shalat dengan dua bahasa di Malang dan kasus mengutip surat Al-Maidah oleh Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama di Jakarta.
Rumadi memandang, ada kesamaan pada dua kasus ini.
Menurut dia, dakwaan jaksa dalam kedua kasus itu sama-sama lemah.
Baik Yusman Roy maupun Ahok sama-sama didakwa secara alternatif dengan Pasal 156a dan atau Pasal 156 KUHP.
"Yusman Roy didakwa Pasal 156a, tetapi di dalam proses peradilan tidak terbukti melakukan penodaan agama. Oleh karena itu, hukumannya tidak pakai Pasal 156a, tapi Pasal 156, mirip-mirip dengan kasus Ahok," kata Rumadi.
Dalam kasus Ahok, hakim belum membacakan putusannya.
Namun, tim jaksa penuntut umum telah membacakan tuntutannya yang meminta Ahok dihukum 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan.
Jaksa menilai, Ahok terbukti melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 156.
Adapun Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Selain itu, menurut dia, kedua kasus ini sama-sama mendapatkan perhatian masyarakat luas.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Rumadi terhadap kasus Yusman dan sejumlah kasus lainya, publik pada akhirnya tidak peduli lagi apakah seseorang yang berperkara itu melakukan penodaan agama atau tidak. Mereka hanya ingin orang tersebut dihukum penjara.
"Dan orang tidak peduli sebenarnya, apakah dia termasuk penodaan agama, ujaran kebencian, yang penting dia masuk penjara saja. Dan itu dianggap sudah cukup sebagai bentuk hukuman," ujar Rumadi.
Adapun Yusman divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim PN Kepanjen, Kabupaten Malang, pada 2005.(Andri Donnal Putera)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.