Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Kisah Perjalanan Kasus Ahok Hingga Vonis 2 Tahun Penjara

Kasus hukum Ahok dimulai ketika dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ini Kisah Perjalanan Kasus Ahok Hingga Vonis 2 Tahun Penjara
Istimewa/Tribunnews.com
Tiba di Rutan Klas 1 Cipinang, Selasa (9/5/2017) siang, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diajak foto-foto bareng pegawai Rutan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama divonis hukuman 2 tahun penjara atas kasus dugaan penodaan agama.

Vonis tersebut dibacakan oleh hakim dalam persidangan di Kementerian Pertanian, Ragunan, Selasa (9/5/2017).

Kisah ini bermula dari peristiwa pada 27 September 2016, ketika Ahok berpidato saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang lalu dianggap menghina agama.

Sejumlah masyarakat melaporkan Ahok terkait dugaan penistaan agama sejak 6 Oktober 2016.

Mereka menilai pernyataan Ahok di depan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 telah menodai agama.

Semula Ahok hanya berbicara perihal program nelayan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ahok lalu berjanji kepada nelayan meski dia tidak lagi terpilih sebagai gubernur pada pemilihan gubernur 2017 mendatang.

BERITA TERKAIT

"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51," ucap Ahok.

Pernyataan Ahok pun menyulut kemarahan.

Demo menuntut Ahok pun digelar akbar pada 4 November silam.

Usai demo akbar tersebut, polisi memutuskan gelar perkara tentang penistaan agama dilakukan secara terbuka, namun terbatas.

Peserta gelar perkara diperkirakan mencapai lebih dari 50 orang.

Mereka terdiri dari tim penyelidik, ahli yang dihadirkan pelapor maupun terlapor, serta pimpinan gelar perkara dari Bareskrim Polri.

Kompolnas dan Ombudsman hanya bertindak sebagai pengawas.

Awalnya pidato Ahok itu tidak ada yang mempermasalahkan.

Anak sulung Ahok, Nihcolas Sean bersama Veronica Tan menyusul Ahok di Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur, Selasa (9/5/2017) siang sekitar pukul 13.20 WIB.
Anak sulung Ahok, Nihcolas Sean bersama Veronica Tan menyusul Ahok di Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur, Selasa (9/5/2017) siang sekitar pukul 13.20 WIB. (Rizal Bomantama/Tribunnews.com)

Namun pada 6 Oktober 2016 barulah menjadi isu besar ketika Buni Yani mengunggah video rekaman pidato itu di akun Facebooknya, berjudul 'Penistaan terhadap Agama?' dengan transkripsi pidato Ahok namun memotong kata 'pakai'.

Ia menuliskan 'karena dibohongi Surat Al Maidah 51' dan bukan "karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51', sebagaimana aslinya.

Ahok pun sudah meminta maaf pada 10 Oktobe, kepada umat Islam, terkait ucapannya soal surat Al Maidah ayat 51.

Ahok pun berinisiatif mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk memberikan klarifikasi terkait ucapannya di Pulau Seribu itu.

Pada 14 Oktober lalu, tanpa jadwal pemeriksaan, Ahok datang ke kantor Bareskrim terkait permasalahan hukum itu.

Rabu 16 November 2016

Kasus hukum Ahok dimulai ketika dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Hal ini disampaikan Kabareskrim Komjen Ari Dono kepada wartawan, Rabu (16/11/2016).

Anggota penyelidik kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Ahok ternyata sempat berbeda pendapat.

Selain menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama, hari itu juga Bareskrim langsung menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus ini.

Selasa (22/11/2016), Ahok menjalani pemeriksaan sebagai tersangka untuk pertama kalinya.

Jumat (25/11/2016), rombongan penyidik Bareskrim Polri yang diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Agus Andrianto, menyerahkan berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Ahok ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Berkas berkas Ahok adalah seberat 826 halaman. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Noor Rachmad telah menunjuk 13 orang jaksa yang ditugaskan untuk meneliti berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Ahok.

Kamis (1/12/2016), sejumlah penyidik Bareskrim Polri menggiring masuk Ahok ke kantor Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2016).

Selasa (13/12/2016) , sidang perdana Gubernur nonaktif Ahok atas kasus dugaan penistaan agama akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016).

Ketua Majelis Hakimnya H. Dwiarso Budi Santiarto, akan pimpin sidang Ahok.

Dwiarso akan didampingi oleh empat hakim anggota yaitu Jupriyadi, Abdul Rosyad‎, Joseph V. Rahantoknam dan I Wayan Wirjana.

Dwiarso adalah juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ahok meneteskan air mata saat membacakan nota keberatan atas dakwaan penistaan agama Jaksa Penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).

Ahok membantah bermaksud menistakan agama. Hal itu diutarakan saat membaca nota keberatan.

"Apa yang saya utarakan bukan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama," kata Ahok.

Selasa (3/1/2017). Dedi Suhardadi, salah seorang tim advokat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, menceritakan jalannya persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang digelar di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017).

Menurutnya, Sekretaris Jenderal DPD FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin alias Habib Novel menjadi saksi pertama yang duduk memberikan keterangan dalam persidangan.

Sidang pemeriksaan saksi ini tertutup bagi awak media. Tidak ada siaran langsung televisi, berbeda dengan sidang sebelumnya.

Selasa (31/1/2017). Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin menjadi saksi. Ia gatakan pihaknya akhirnya mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan yang menyatakan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menghina Al Quran dan Ulama.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Maruf dalam sidang lanjutan dakwaan dugaan penistaaan agama Basuki Tjahaja Purnama, keputusan tersebut diperoleh berdasarkan rapat Empat Komisi dan Pengurus Harian.

"Menurut pendapat yang kita bahas kesimpulannya bahwa terdakwa itu memposisikan Al Quran itu sebagai alat melakukan kebohongan maka itu memposisikan Al Quran sangat rendah dan itu berarti penghinaan," kata Maruf Amin saat itu.

Selasa (28/2/2017). Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menolak Rizieq Shihab sebagai ahli agama dalam persidangan dugaan penodaan agama.

Salah satu alasan penolakan karena Rizieq berstatus residivis.

Pengacara Ahok, Humphrey Djemat, mengatakan, Rizieq sudah dua kali dijatuhkan hukum pidana.

Kamis (20/4/2017). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Ahok terbukti bersalah menodai agama.

Untuk itu jaksa menuntut Ahok hukuman pidana satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Selasa (25/4/2017). Ahok menegaskan dirinya bukanlah penoda agama sebagaimana yang didakwakan Jaksa penuntut Umum terhadap dirinya.

Dalam nota pembeaan atau pleidoi yang dibacakan, Ahok mengatakan dirinya hanya lah sebagai korban sehingga menjadi pesakitan di persidangan.

Menurut Ahok, dirinya menjadi korban fitnah juga diakui Jaksa Penuntut Umum yang mengtakan ada peran Buni Yani dalam kasus tersebut yang mengunggah potongam video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dan menambahkan kalimat provokatif.

Selasa (9/5/2017). Majelis hakim dalam sidang kasus dugaan penodaan agama menilai bahwa kasus yang menjerat terdakwa Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) tidak terkait dengan Pilkada DKI Jakarta 2017.

Terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang vonis perkara penistaan agama yang di gelar Pengadilan  Negeri Jakarta Utara di aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut majelis hakim membacakan pertimbangan sebelum menjatuhkan vonis. TRIBUNNEWS.COM/suara.com/Kurniawan Mas'ud/pool
Terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang vonis perkara penistaan agama yang di gelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut majelis hakim membacakan pertimbangan sebelum menjatuhkan vonis. TRIBUNNEWS.COM/suara.com/Kurniawan Mas'ud/pool (TRIBUNNEWS.COM/KMPHOTO)

Majelis hakim menilai kasus tersebut murni penodaan agama.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan terdakwa Ahok dijatuhkan hukuman dua tahun penjara.

Hakim Ketua Dwiarso menjelaskan beberapa poin yang memberatkan hingga Ahok sapaan Basuki dijatuhkan vonis dua tahun penjara.

"Yang memberatkan terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa telah mencederai perasaan umat Islam dan juga memecah kerukunan," kata Hakim Dwiarso dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).

Sementara yang meringankan adalah belum pernah dihukum, bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan.

Sebelumnya, majelis hakim menilai Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama.

"Menyatakan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana penodoaan agama. Menjatuhkan pidana kepda terdakwa oleh Karena itu pidana penjara dua tahun," kata hakim Dwiarso.

Hakim juga memerintahkan Ahok untuk ditahan.

"Memerintahkan terdakwa ditahan," kata hakim.

Sekadar informasi, Basuki jadi terdakwa kasus penodaan agama Islam terkait pernyatannya yang menyinggung Surat Almaidah 51.

Basuki telah dituntut hukuman pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas