Ahok Simbol Bagaimana Keragaman Dijaga, Pancasila Dilakoni dan Kebangsaan Diutamakan
Sikap itu imbuhnya, menimbulkan simpati publik yang luas, bahkan menjalar ke WNI hingga keluar negeri.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelma menjadi salah satu simbol bagaimana keragaman dijaga, Pancasila dilakoni dan kebangsaan diutamakan.
Hal itu disampaikan pengamat Politik Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Rabu (24/5/2017) menanggapi sikap Ahok yang mencabut bandingnya.
Menurutnya pula pembatalan pengajuan banding Ahok ke Pengadilan Tinggi menunjukan kesiapan, keberanian dan sikapnya yang tak pernah mangkir dalam proses hukum dugaan penistaan agama yang dialamatkan kepadanya hingga adanya putusan hakim.
Sikap itu imbuhnya, menimbulkan simpati publik yang luas, bahkan menjalar ke WNI hingga keluar negeri.
"Banyak orang yang dengan posisi meyakini Ahok tidak bersalah tetapi karena hakim telah memutuskan perkaranya dengan penjara dua tahun, mereka sama-sama menghormati putusan itu. Termasuk, tentu saja, juga Ahok," katanya.
Lebih lanjut banyaknya kiriman balon kemudian aksi nyalakan lilin di banyak kota di Indonesia bahkan sampai ke manca negara menandakan Ahok telah memenangkan peperangan sikap dan posisi moralnya, sekalipun kalah dalam pertempuran hariannya.
"Ahok menjelma jadi salah satu simbol bagaimana kota ditata, keragaman dijaga, Pancasila dilakoni dan kebangsaan diutamakan," ujarnya.
I Wayan Sudirta anggota tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama membeberkan keputusan Gubernur DKI Jakarta nonaktif menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara soal vonis 2 tahun penjara.
Wayan menuturkan, dirinya pernah membahas soal langkah hukum yang akan ditempuh ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus penodaan agama.
Menurutnya, Basuki atau akrab disapa Ahok akhirnya memutuskan tidak melanjutkan upaya banding.
Namun keputusan itu bukan berarti kliennya takut kemungkinan bertambahnya vonis yang akan diterima jika mengajukan banding.
Mantan Bupati Belitung Timur itu lebih mempertimbangkan kondisi dalam negeri usai vonis dua tahun.
Setelah putusan itu banyak masyarakat menggelar aksi dan menimbulkan kemacetan, hingga berimplikasi kepada perekonomian.
Melihat kenyataan tersebut dan adanya potensi aksi solidaritas ditunggangi pihak lain, Ahok memutuskan menerima hukuman dua tahun penjara.
"Apakah Ahok mengenal takut? Tidak mengenal takut, dia hanya percaya Tuhan. Tak ada kejadian di dunia ini tanpa kehendak Tuhan, karena itu dia tak pernah takut. Apakah Pak Ahok mau damai? Mau, jika untuk bangsa dan negara. Apakah mau marah? Mau, kalau itu untuk kepentingan bangsa dan negara rakyat membutuhkannya," kata Wayan.