Barang Mewah Sering Ditemukan di Lapas, Kanwil Kemenkumham Mengaku Kekurangan SDM
Sebelumnya, di Lapas yang sama, terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, juga sempat memiliki barang mewah.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah berkali-kali barang mewah ditemukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, terakhir kasus semacam itu ditemukan melalui penggerebekan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), pada 31 Mei lalu, di kamar Haryanto Chandra.
Saat menggerebek kamar yang dihuni terpidana 14 tahun penjara itu, ditemukan 5 unit HP, 1 unit token bank swasta, 1 unit laptop Macbook, unit pendingin ruangan, 1 unit modem, dan akuarium berisi ikan Arwana.
Sebelumnya, di Lapas yang sama, terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, juga sempat memiliki barang mewah.
Bahkan gembong narkoba yang kini sudah dieksekusi pada Juli 2016 lalu itu, sempat membawa kekasihnya ke lapas, dan melakukan hubungan badan.
Kepala Kantor Wilayah DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM, (Kemenkumham), Endang Sudirman, mengaku baru akan melakukan pemeriksaan terhadap Kunto Wiryanto, Kepala Lapas Cipinang yang sudah menjabat sejak Freddy Budiman masih menjadi salah satu penghuninya.
"Kita akan lakukan pemeriksaan petugas, baik Kalapas, maupun petugas terkait pegamanan di lapas," katanya kepada wartawan, di kantor Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Rabu (14/6/2017).
Tidak hanya di Cipinang saja, di lapas maupun rutan lain, barang-barang mewah juga kerap ditemukan. Di Rumah Tahanan (Rutan) perempuan Pondok Bambu, Artalyta Suryani, terpidana kasus suap sempat mendapatkan fasilitas mewah, berupa perabotan, televisi, toiket duduk hingga kipas angin pada 2010 lalu. Hal serupa juga ditemukan di kamar mantan Ketua DPRD bojonegoro, Mukhtar Setyohadi, di Lapas Bojonegoro, Jawa Timur.
Endang Sudirman menyebut ada banyak pemicu yang menyebabkan petugas di Lapas tergiur untuk melakukan pelanggaran, sehingga mengizinkan barang-barang mewah masuk ke dalam kamar tahanan.
Salah satunya adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
Di apas Cipinang sendiri, dua orang sipir bisa harus bertanggungjawwab untuk mengawasi satu blok, yang dihuni sekitar 400 orang tahanan. Hal itu tentunya membuat pengawasan menjadi tidak maksimal.
"Persoalan kita adalah keterbatasan sarana dan SDM, kalau ada implikasi ke sana, mungkin saja terjadi. Semakin di tekan, dirayu (oleh narapidana)," katanya.