Suara Buruh Bongkar Muat: Pekerja JICT Minta Bonus Naik Kami Jadi Korban
Seharusnya kata dia, para pekerja JICT mempertimbangkan kondisi buruh TKBM.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mogok kerja Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT)telah memasuki hari keempat.
Di luar itu mogok kerja yang dilakukan berdampak buruk bagi pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di pelabuhan JICT.
TKBM sangat tergantung dengan kapal yang masuk.
"Kami itu bekerja tergantung kapal yang masuk, mogok kerja SP JICT berdampak negatif terhadap penghasilan kami," ujar Seorang Pekerja TKBM bernama Yudi, Minggu(6/8/2017).
Ia mengaku bahwa upah yang diterimanya jauh di bawah upah pekerja JICT yang kini sedang mogok.
Bahkan ia membandingkan gajinya dengan gaji pekerja JICT seperti langit dan bumi.
"Upah kami Rp 175.000-Rp 227. 500 per orang per shift (per 1 maret 2017) sementara upah pekerja SP JICT sekitar 50 jutaan per bulan," katanya.
"Hanya karena bonus minta naik, kesejahteraan minta naik sampai 100 persen anak istri kami terganggu hidupnya," tambahnya.
Hal serupa disampaikan Koordinator lapangang TKBM, Warja.
Seharusnya kata dia, para pekerja JICT mempertimbangkan kondisi buruh TKBM.
"Kami buruh kecil, tak ada kapal tak ada uang masuk, jangan diajak ikut berkorban demi pekerja yang sudah mapan, anak istri kami terganggu makannya, kalau begitu solidaritas pekerja tak ada, omong kosong," kesalnya.
"Untungnya perusahaan JICT memperhatikan kondisi kami. Meskipun kami tak bekerja selama tujuh hari ke depan perusahaan bersedia membayar upah kami,"tambahnya.
"Kami sangat berterima kasih atas pengertian manajemen JICT yang memperhatikan keluarga kami. Harapan kami mogok segera selesai lah biar kami dapat bekerja lagi dengan normal," tutupnya.