TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu per satu korban First Travel mendatangi Crisis Center di gedung Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2017).

Salah satunya adalah Jumilah yang berangkat dari Bekasi Timur.

Mengenakan jilbab berwarna hijau, ia bersama puluhan jamaah datang membawa kelengkapan berkas dengan harapan ada kepastian nasib.

Jumilah (60) merupakan satu dari ribuan korban gagal berangkat umroh PT. First Anugerah Karya Wisata atau First Travel.

Ia menceritakan ketertarikan mendaftar umroh berawal dari cerita seorang teman yang telah berangkat.

"Awalnya ada teman berangkat, awalnya bagus," ujar Jumilah.

Jumilah sehari-hari berjualan di Pasar Kaget sekitar rumahnya.

Membuka lapak sejak pagi hingga pukul 12.00 WIB.

"Saya ada rezeki, sedikit-sedikit, saya kan pedagang kecil, terus saya daftar tahun 2015, pelunasan 2016 akhir, bilangnya 2017 berangkat, sampai sekarang belum berangkat," ujar Jumilah.

Ia sudah mengalami beberapa kali kegagalan berangkat, sejak melunasi pembayaran biaya umroh.

"Kemaren dimintain tambah katanya untuk berangkat bulan puasa tanggal 10 Juni tambah Rp. 3.030.000, 17 Juni mau berangkat mundur 21 Juni, sampai sekarang belum diberangkatkan," kata Jumilah.

Ia telah melunasi pembayaran biaya umroh dengan mencicil 2 kali.

" Pertama saya setor Rp. 5 juta, kemudian pelunasan kedua Rp. 9,3 juta. Ada pengumuman siapa yang mau tambah nanti diberangkatkan bulan puasa. Saya setor lagi, saya senang banget, eh malah ga berangkat, ditunda-tunda sampai sekarang," ujarnya.

Jumilah mengaku sangat kecewa belum juga diberangkatkan.

"Saya kecewalah, sedih ga berangkat-berangkat. Koper, baju ada di rumah. Harapannya sih berangkat minta tolong sama pak Menteri Agama, kalau bisa diberangkatkan, kalau ga saya minta uang saya kembali utuh," katanya.

Baca: Mantan Anggota DPR Djamal Aziz Bantah Intimidasi Miryam S Haryani

Ia sendiri berharap bisa diberangkatkan karena telah berniat ingin melaksanakan ibadah.

"Semoga pemerintah ngertiin kita, Pak Menteri," kata Jumilah.

Total kerugian yang ia alami sendiri adalah Rp. 17.330.000.

"Keluarga sangat kecewa. Ada anak tapi tinggal lain rumah. Saya tinggal sendiri, suami telah meninggal," ujar Jumilah.