Kemacetan dan Polusi Udara yang Jadi Nafas Jakarta
Kemacetan yang demikian hebat ini tentu saja membuat mobilitas masyarakat Jakarta sangat lamban, sehingga produktifitas mereka rendah.
Penulis: Achmad Subechi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jakarta semakin menggeliat memperbaiki diri. Jakarta dengan problematika yang tak pernah selesai secara tuntas.
Jakarta dengan sejuta persoalan yang datang silih berganti. Jakarta yang tak lagi ramah dan Jakarta yang menjadi tumpuan harapan jutaan manusia.
Masyarakat Jakarta kini nyaris tak pernah mengenal waktu. Berangkat Subuh, pulang larut malam. Begitu juga seterusnya. Terjebak rutinitas dan kadang terasa menjenuhkan.
Belum lagi persoalan kemacetan lalu lintas yang membuat penduduk Jakarta larut dalam kebisingan dan terpapar polusiudara.
Diprediksikan, di masa mendatang, wajah Jakarta akan tampaknya semakin ruwet, kendati berbagai macam terobosan untuk mengatasi kemacetan sudah sering dilakukan.
Menurut data dari BPS Provinsi DKI, tingkat pertumbuhan kendaraan dari tahun ke tahun cukup tinggi. Sementara panjang dan lebar jalan tidak berubah, 6.956.842,26 meter. Sedangkan jumlah kendaraan bermotor mencapai 16.072.869.
Jumlah motor dan mobil di Jakarta meningkat sebesar 12 persen tiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya naik sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari.
Jumlah tersebut didominasi oleh pertambahan sepeda motor yang mencapai 4.000 hingga 4.500 per hari. Sedangkan kendaraan roda empat mengalami pertumbuhan sebanyak 1.600 unit per hari.
Tahun 2014, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 17.523.967 unit yang didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jumlah 13.084.372 unit.
Diikuti dengan mobil pribadi sebanyak 3.226.009 unit, mobil barang 673.661 unit, bus 362.066 unit, dan kendaraan khusus 137.859 unit.
Sebuah lembaga penganalisis data kemacetan lalu lintas yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, INRIX pernah merelease, para pengendara mobil di Jakarta menghabiskan waktu total 55 jam terjebak kemacetan selama satu tahun.
Jakarta menduduki peringkat ke-22 dunia atau tepat di bawah Bangkok untuk level Asia. Penilaian itu didasarkan pada waktu rata-rata kemacetan dalam jam sibuk.
Kemacetan lalu lintas ini, menurut INRIX, menimbulkan kerugian ekonomi yang tak sedikit. Bahkan, masih menurut survei, masyarakat Jakarta menghabiskan 6-8 % PDB untuk biaya transportasi.
Padahal idealnya menurut standar internasional adalah 4 % dari PDB. Pemborosan itu membuat uang yang seharusnya bisa dialokasikan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, terpaksa dikeluarkan untuk biaya transportasi.