Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kemacetan dan Polusi Udara yang Jadi Nafas Jakarta

Kemacetan yang demikian hebat ini tentu saja membuat mobilitas masyarakat Jakarta sangat lamban, sehingga produktifitas mereka rendah.

Penulis: Achmad Subechi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kemacetan dan Polusi Udara yang Jadi Nafas Jakarta
nur ichsan/wartakota/wartakota
RAWAN KECELAKAAN - Kendaraan melewati perlintasan badan jalan pintu rel kereta api Roxy Mas Jalan KH Hasyim Ashari yang sebagian rusak, sepertti terlihat Selasa (1/8). Kondisi seperi ini sering kali menjadi pemicu kemacetan dan rawan terjadinya kecelakaan di kawasan itu. WARTA KOTA/Nur Ichsan 

Belum lagi dampak kemacetan terhadap kerusakan lingkungan akibat polusi udara. 
Di beberapa titik di jalanan Jakarta tingkat polusi udara telah melebihi batas yang diperbolehkan.

Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor, semakin banyak pula gas buangan dan semakin tinggi pula tingkat polusi udara. 

Peneliti dari Desert Research Institute, Sarath Guttikunda, mengatakan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya membuat 260 ribu orang terserang penyakit pernapasan dan 85 ribu orang dirawat di rumah sakit per tahun. Jumlah itu merupakan hasil rata-rata penelitian yang dimulai pada 2012 hingga 2015.

Studi Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2000 menyebutkan, bahwa Jakarta terancam menjadi kota gagal akibat kemacetan sangat parah pada 2014. Meski tak sepenuhnya terbukti, namun JICA tak mengada-ada.

Buktinya, pengamatan oleh produsen GPS, TomTom, pada jam jam padat menemukan bahwa Jakarta tahun ini telah menjadi kota dengan kemacetan terparah keempat di dunia setelah Bangkok, Mexico City, dan Bucharest.

Kemacetan yang demikian hebat ini tentu saja membuat mobilitas masyarakat  Jakarta sangat lamban, sehingga produktifitas mereka rendah.

Akibat tingkat stres yang meningkat, warga Jakarta mudah tersulut emosinya. 

Berita Rekomendasi

Seperti dilansir jakartapedia.bpadjakarta.net, sedikitnya empat belas persen (14%) warga Jakarta mengalami stres. Prosentase ini terbilang tinggi. Rata-rata warga yang mengalami stress di Indonesia hanya sekitar 11,6 persen.

Penyebab stres warga Jakarta ini bermacam-macam. Seperti kemacetan lalu lintas yang tak kunjung bisa diatasi dan tuntutan pekerjaan yang tinggi.

Menurut dokter ahli jiwa Suryo Dharmono, gejala-gejala stresmudah dilihat. Seperti contohnya perasaan sedih, murung, tak bersemangat, sulit berkonsentrasi, dan tidak efektif dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kini jutaan warga Jakarta harus menghabiskan waktu berjam jam untuk pulang-pergi dari dan menuju ke tempat kerja. Sampai kapan?

Lalu akankah Jakarta berubah menjadi kota yang paling nyaman untuk ditempati? Jika tidak, beranikah kita segera menentukan pilihan untuk menetap di daerah yang nyaman, bebas dari kemacetan, polusi udara dan stres? (tim/berbagai sumber)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas