Bergulir 10 Hari, Petisi Tolak Pelarangan Sepeda Motor di Sudirman Tembus 7 Ribu Orang
Petisi yang menolak pembatasan sepeda motor melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, terus bergulir.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petisi yang menolak pembatasan sepeda motor melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, terus bergulir. Sejak dimulai 10 hari lalu, petisi tersebut hingga kini sudah didukung oleh 7.625 orang.
“Fakta itu mesti didengar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena itu menyangkut persoalan sosiologi masyarakat,” kata sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret Drajad Tri Kartono, Senin (4/9/2017).
Kemunculan petisi tersebut, kata Drajad, sebagai bagian dari rasa nyaman dan kebutuhan warga dalam beraktivitas di Jakarta.
Menurut dia, warga merasa tidak nyaman lantaran rencana pembatasan sepeda motor itu mengusik rasa nyaman. Selain itu, faktor keterjangkauan akses juga pasti menjadi perhatian para pendukung petisi tersebut.
Para pendukung petisi itu juga menganggap peraturan pemerintah dianggap diskriminatif terhadap sepeda motor. Drajad menilai anggapan tersebut benar dan mesti didengar oleh pemerintah. Sebab, pengguna sepeda motor juga sama-sama membayar pajak seperti halnya pengguna mobil.
“Jadi ini persoalannya terkait livelyhood atau kenyamanan tinggal bagi masyarakat, perlu didengar oleh pemerintah,” ujar dia.
Pemerintah pun ditantang untuk membuktikan kajiannya bahwa pembatasan sepeda motor itu bisa mengurai kemacetan. Drajad mengatakan, jika pemerintah berani menjamin pembatasan sepeda motor mampu mengurai kemacetan, maka aturan tersebut bisa diterapkan.
“Intinya ini untuk memberi rasa nyaman bagi penghuni kota, jadi berapa pun penandatanganan petisi, meskipun cuma 10 orang, tetap harus didengarkan,” kata Drajad.
Petisi yang dimulai sejak 23 Agustus 2017 oleh warga bernama Leopold Sudaryono itu meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membatalkan rencana pembatasan sepeda motor di Jalan Sudirman tersebut. Petisi penolakan pelarangan sepeda motor di Jakarta itu dibuat oleh Leopold di situs Change.org. Netizen yang sependapat menolak aturan ini bisa ikut "menandatangani" petisi secara online.
Petisi itu berargumen, kebijakan tersebut tidak berdasarkan kajian akademis yang dibagikan kepada publik.
Petisi itu juga meminta Pemprov DKI membuat aturan serupa bagi pengguna mobil dengan cara penerapan aturan pembatasan bergantian tiap hari. Hal itu dianggap lebih efektif membuktikan mobil atau motor yang menjadi penyebab kemacetan di Jakarta.
“Mengapa tidak diujicoba saja, pada tanggal ganjil mobil dilarang dan tanggal genap motor yang dilarang. Bisa dilihat pada tanggal berapa jalan lebih macet dan pengguna angkutan umum meningkat?” demikian bunyi petisi tersebut.
Tidak diskriminasi
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya membantah adanya isu tindakan 'diskriminasi' bagi pengendara motor terhadap diberlakukannya pelarangan kendaraan roda dua atau motor di sejumlah ruas jalan di Jakarta.