Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Andi Menebang Pohon, Kena Denda Rp 25 Juta Setelah Tak Direspon Aparat

Ramadhan Andi widodo (49) duduk di depan meja hijau untuk menjalani persidangan terkait aksinya menebang pohon

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Kisah Andi Menebang Pohon, Kena Denda Rp 25 Juta Setelah Tak Direspon Aparat
Bangka Pos/Deddy Marjaya
Ilustrasi menebang pohon 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kurang lebih hampir dua jam, Ramadhan Andi widodo (49) duduk di depan meja hijau untuk menjalani persidangan terkait aksinya menebang pohon yang menghalangi akses masuk ruko.

Pria yang disapa Andi bukanlah warga luar Jakarta, melainkan warga DKI Jakarta yang menetap di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Andi dinyatakan bersalah melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007, Pasal 12, Huruf G tentang Ketertiban Umum.

Ia terpaksa harus membayar denda sekitar Rp 25 juta.

Saat ditemui di kediamanya di Jalan Lubang Buaya RT001/02, Cipayung, Jakarta Timur, tak terlihat raut kekesalan dan penyesalan yang terpancar di wajah pria kelahiran Ngajuk, Jawa Timur.

Padahal ia baru saja ia terpaksa membayar denda atas perbuatannya.

Tiadanya penyesalan pada Andi, lantaran sebelumnya ia sudah mengetahui bahwa perbuatannya akan berujung seperti ini. Ia bahkan mengaku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari.

Berita Rekomendasi

Bukan hanya Andi, keluarganya pun terlihat wajar. Tak ada rasa geram bahwa salah satu keluarga mereka baru saja berurusan di meja hijau.

"Jadi saya ini sudah tahu. Awalnya juga sudah tahu prosedurnya. Jadi keluarga biasa saja karena mereka sudah saya kasih tahu. Saya juga nggak mencari kemenangan; hanya mencari kebenaran saja," kata Andi saat ditemui di kediamannya, Jumat (15/9/2017).

Andi menceritakan proses kejadian hingga dirinya harus berurusan dengan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

Suatu saat, katanya dirinya diminta oleh salah satu keluarganya untuk menebang pohon yang berada di pintu masuk pagar gerbang ruko milik saudaranya.

Andi sepertinya tahu peraturannya. Alih-alih langsung memenuhi permitaan saudaranya, ia mengajukan surat kepada pihak terkait untuk segera menebang pohon jenis mahoni.

Alasannya pohon itu menghalangi kendaraan ketika akan masuk ke area ruko. Lokasi tersebut kerap dijadikan tempat untuk menurunkan barang berat yang mengunakan truk besar.

"Yang punya sebenarnya sudah mengurus ke RT, RW, kelurahan dan Kantor Pusat. Namun respon yang kami terima tidak sesuai dengan yang kami minta. Karena (pohon) ini menganggu akses mobil juga susah masuk sehingga orang harus memarkir mobil di pinggir jalan. Pemilik masih satu keluarga dengan saya," katanya.

Karena terlalu lama, ia pun akhirnya memutuskan untuk menebang pohon tersebut sendiri. Hal tersebut dilakukan pada akhir Mei 2016 lalu.

Namun sebelum ia menebang pohon, ia sudah berkonsultasi terkait konsekuensinya yang akan diterima jika penebangan pohon benar-benar dilakukan.

"Jadi saya sudah tahu dan siap ambil risiko," katanya.

Hingga akhirnya Kamis (7/9/2017) ia mendapatkan surat pemanggilan dari Dinas Kehutanan untuk urusan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana di bidang tertib jalur hijau taman dan tempat umum berupa dugaan penebangan pohon tanpa izin.

Selanjutnya Jumat (15/9/2017) ia pun menjalani persidangan atas tindakan yang tersebut lantaran menebang dua pohon jenis mahoni dengan denda Rp. 25 juta.

Andi menuturkan bahwa ia tidak mempermasalahkan nominal denda yang akan ia terima. Namun jumlah nominal Rp 25 juta menurutnya adalah jumlah yang sangat besar jika dilihat dari pohon yang ia tebang.

Pasalnya menurut, Andi yang juga bergelut dalam dunia bisnis mebel, pohon Mahoni tidak ada harganya, bahkan ia bisa menafsirkan harga pohon yang besar, yakni kurang dari Rp 10 juta.

Namun dalam persidangan dinyatakan bahwa jumlah Rp 25 juta tersebut dihitung dari biaya penanaman dan perawatan pohon selama ini.

"Sebenarnya gini loh. Saya ini kan bukan maling. Orang saya mau dikasih kayunya juga tidak mau. (Tapi penebangan) itu dilakukan karena (pohon itu) menghalangi jalan saja. Walau saya orang mebel ya, buat apa. Kalo itu pohon tidak menghalangi saya juga tidak akan tebang, emang buat apa, makanya dipersidangan tadi saya tawar Rp 10 juta tapi tidak mau, alasannya (biaya) perawatan," katanya.

Kalaupun ia mengaku ada yang disesali, ia menyesali besaran denda yang ia terima. Menurutnya denda tersebut sangat berlebihan.

Hanya saja ia tak mempersoalkan hal itu lebih dalam. Ia berusaha mengikhlaskan apa yang ia alami.

"Ini kan pohon ditanam pakai uang rakyat, dirawat pake uang rakyat, masa rakyat disusahkan juga. Tapi tidak apa, saya sudah ikhlaskan dan saya anggap itu shodakoh," katanya.

Dari peristiwa itu ia pun berharap kepada pemerintah yang bersangkutan dalam hal ini untuk lebih mempermudah atas proses izin.

"Dari hal ini saya punya masukan. Kalau bisa proses (penebbangan) itu dipermudah surat izinnya. Jika jika ada denda kalo bisa jangan memberatkan, karena ini semua kan dari rakyat, harus balik ke rakyat lagi. Rakyat ingin menebang pohon bukan semata-mata mau memanfaatkan pohonnya tapi memanfaatkan lahan yang terhalang," katanya. (M13)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas