Sempat Beredar Kini Pil PCC Sulit Ditemui di Pasar Pramuka
Obat PCC mulai sulit ditemui di Pasar obat Pramuka, Jakarta Timur, setelah 80-an anak dan orang dewasa kejang-kejang, halusinasi hingga tewas.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Obat Paracetamol Caffein Carisoprodol atau lebih dikenal PCC, mulai sulit ditemui di Pasar obat Pramuka, Jakarta Timur, setelah 80-an anak dan orang dewasa kejang-kejang, halusinasi hingga tewas di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Padahal, pil PCC sempat beredar dan diperjualbelikan bebas di pusat penjualan obat dan alat kesehatan yang terletak di Jalan Pramuka Raya, Matraman, Jakarta Timur tersebut.
Sabtu (16/9/2017), Tribun mencoba mendatangi beberapa penjual obat dan alat kesehatan yang ada di Pasar Pramuka, tanpa perlu menunjukkan resep dari dokter.
Bahkan, beberapa penjual obat di antaranya menjajakan dagangannya tanpa mempunyai toko.
Seorang penjual obat yang berada di bagian belakang pasar mengakui pernah menjual pil PCC secara bebas.
"Pernah dulu ya tiga bulan lalu lah. Sekarang mah sudah susah gara-gara ramai di televisi," aku seorang penjual obat sebut saja bernama R saat ditemui Pasar Pramuka.
Menurutnya, harga untuk satu strip pil tersebut tergolong cukup murah. Namun, dia enggan menyebut angka, karena terdapat perbedaan dengan penjual lainnya.
"Tergantung yang jual kalau itu sih. Beda orang, beda harga," ujarnya.
Baca: Ketika Jokowi Kangen Jan Ethes Lalu Mengajaknya Bermain di Pusat Perbelanjaan
Penjual lainnya, sebut saja S, mengaku tidak mengetahui jenis obat yang sedang menjadi perbincangan tersebut.
Selama lima tahun dia berjualan tanpa kios di Pasar Pramuka, mengatakan baru kemarin mengerti jenis obat itu.
"Saya malah baru tahu ada obat seperti itu. Saya biasa mainnya vitamin saja. Kalau sampai obat jantung begitu, saya tidak tahu," kata dia.
Hanya saja, dia pernah sesekali mendengar beberapa konsumen mencari-cari obat tersebut.
Dia mengaku tidak mengerti dimana kios penjualan obat yang telah menewaskan satu orang anak di Kendari itu.
Dua penjual lain, F dan A, mengatakan obat tersebut sudah tidak ada lagi yang menjual di Pasar Pramuka.
Para penjual tanpa kios yang berada di tempat itu, sudah tidak lagi menjual obat yang dinilai berbahaya itu.
"Enggak ada, mas. Bahaya itu obat. Sudah tidak ada yang jual lagi," ucapnya.
Tawarkan Alprazolam
Namun, keduanya menawarkan sebuah obat yang dikatakan oleh mereka keras dengan harga Rp 70 ribu untuk delapan pil.
Obat tersebut bernama Alprazolam dengan komposisi dan efek yang hampir sama dengan PCC.
Obat tersebut dikatakan memiliki khasiat yang lebih baik daripada PCC.
Dari data BPOM pada 2014 lalu, Alprazolam juga sudah ditarik dari peredaran saat 2013 lalu, sama seperti PCC dan juga obat yang mengandung karisoprodol, serta dextromethorphan.
"Ini juga sudah ditarik. Asalkan benar pakai obat ini, ya tidak masalah. Ini lebih bagus dari PCC," ucap si penjual mengeluarkan obat itu dari saku celana.
Penjualan obat keras, menurut pengamat farmasi Anthony Charles Sunarjo mengaku heran sebab Carisoprodol masih ada hingga kini mengingat izin edarnya telah ditarik sekitar empat tahun lalu.
Anthony mengatakan harus ada penyelidikan untuk mengetahui dari mana asal Carisoprodol tersebut.
"Jadi kemungkinan yang memang harus dikaji kebenarannya, kemungkinan apakah itu masih sisa dari stok yang tidak tertarik oleh pabrik," kata Anthony.
Kedua, kata Anthony, bisa saja ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kekosongan-kekosongan yang ada karena masih ada permintaan.
Anthony mengaku tidak semua dokter mengetahui jenis obat tertentu telah ditarik peredarannya.
"Pada saat ditarik belum tentu seluruh dokter yang ada di Indonesia tahu bahwa obat itu sudah ditarik atau pasien terbiasa pakai itu, meskipun obat itu sudah tidak ada masih mencari-cari," kata dia saat diskusi bertajuk 'Obat Terlarang Mengancam Anak-anak Kita' di Menteng, Jakarta, Sabtu (16/9/2017).
Anthony mengungkapkan memang ada saja yang mencari obat yang sudah tidak ada di pasaran. Padahal obat tersebut telah ditarik sepuluh tahun yang lalu oleh Pemerintah.
Anthony menuturkan, apoteker adalah pihak pertama yang mengetahui mengenai suatu jenis obat yang ditarik oleh BPOM izin edarnya.
"Tapi bisa saja ada orang yang melihat ini peluang yang luar biasa. Karena obat-obat lama yang sudah ditarik itu, itu omzetnya luar biasa," beber dia.
Secara prosedur, obat yang ditarik dilakukan melalui jaringan. Pabrik menginstruksikan kepada distributor secara berjenjang ke bawah ditarik ke atas, dikumpulkan lalu dimusnahkan dengan disaksikan oleh BPOM.
Kepolisian telah menangkap dan menetapkan sembilan orang sebagai tersangka atas kasus peredaran obat jenis PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) dan obat keras lainnya di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Sembilan orang tersebut dijerat dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dari kesembilan tersangka, polisi menyita 5.227 butir obat. Hingga saat ini, polisi menggali motif tersangka mengedarkan obat-obatan tersebut dan cara mendistribusikannya. (tribun/rio)