Nelayan Keluhkan Pembedaan Sikap Korban Reklamasi dan PSK Asing Alexis
Perwakilan nelayan Teluk Jakarta mendatangi Kementerian Koordinator Bidang Maritim di Jakarta Pusat
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan nelayan Teluk Jakarta mendatangi Kementerian Koordinator Bidang Maritim di Jakarta Pusat, pada Rabu (15/11/2017).
Tujuan kedatangan membahas kelanjutan nasib karena dampak proyek reklamasi.
Sam Aliano, selaku perwakilan nelayan, mengatakan nelayan tak pernah diperdulikan pemerintah, bahkan terkesan diabaikan dan tidak diperhatikan. Padahal, mereka warga asli Jakarta yang kehilangan nafkah demi kepentingan reklamasi.
"Kami meminta Kemenko Maritim melindungi dan memperhatikan nasib nelayan. Mengingat pihak Kemenko Maritim selama ini kami anggap mendukung proyek reklamasi," tutur pria yang juga Ketua Pengusaha Muda Indonesia itu, Rabu (15/11/2017).
Sementara itu, dia membandingkan dengan kasus serupa, saat pemerintah DKI Jakarta menutup tempat hiburan Alexis di Jakarta Utara, pada beberapa waktu lalu.
Menurut dia, para pekerja hiburan yang banyak mempekerjakan orang asing dibela dan mendapat sorotan serta meminta Gubernur Jakarta Anies Baswedan bertanggungjawab karena kehilangan lahan pekerjaan.
Baca: Tunggu Langkah Hukum Buni Yani, Jaksa Agung Siapkan Upaya Banding
"Ada pihak-phak peduli bagaimana nasib PSK asing dari Thailand, China di Alexis. Bahkan ada pihak yang mempertanyakan kepada Anies pertanggungjawaban untuk mencari pekerjaan kepada para PSK asing. Seolah-olah PSK asing itu dianggap berlian. Sedangkan para pekerja nelayan atau pekerja pabrik dianggap semut, tidak ada nilai," kata dia.
Ada pembedaan perlakuan itu, kata dia, menjadi citra negatif dan berpotensi merusak masa depan anak bangsa. Serta menggangu kenyamanan dan ketenangan bahkan membahayakan masyarakat. Khususnya, dari penyakit narkoba dan HIV dari para PSK alumni Alexis.
"Saya bertanya harga diri kita sebagai bangsa dan negara? Sedangkan hal yang baik kepada masyarakat dibiarkan justru diabaikan. Itu juga yang saya pertanyakan kepada pihak Kemenko Maritim. Mereka harus perhatikan nasib nelayan yang kena imbas proyek reklamasi," tutur Sam.
Apalagi, kasus reklamasi terdapat kejanggalan. Tepatnya di masa akhir kepemimpinan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat. Pihak Kemenko Maritim justru memberikan ijin dan sertifikat tanah pulau reklamasi senilai Rp 3,12 juta per meter persegi dalam waktu satu hari.
"Itu tidak masuk akal. Karena kita urus rumah kecil untuk mendapat perizinan dan sertifikat saja susah. Butuh waktu berbulan-bulan. Jadi bagaimana caranya tanah seluas itu bisa mendapat izin dalam waktu singkat? Artinya, memang ada phak yang ingin menggagalkan program Anies sesuai janjinya kepada rakyat," katanya.