Pakar Menilai Tidak Ada Keanehan Terbitnya Sertifikat HGB Reklamasi Teluk Jakarta
BPN tetap menilai penerbitan HGB atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau C, D, dan G hasil reklamasi di Teluk Jakarta.
Banyak pihak menyoroti terlalu cepatnya BPN mengeluarkan sertifikat. Menyikapi ini, BPN tetap menilai penerbitan HGB atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BPN juga menyatakan penerbitan HGB pada tiga pulau itu tidak bisa dibatalkan. Sehingga BPN menyarankan Pemprov DKI menempuh jalur peradilan melalui Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN) jika ingin membatalkan sertifikat HGB.
Belakangan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meminta agar BPN menunda dan membatalkan seluruh HGB yang diberikan kepada pihak ketiga atas seluruh pulau hasil reklamasi.
Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada, Prof Nur Hasan menilai cepatnya penerbitan sertifikat HGB tidak ada keanehan dan sudah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.
Baca: La Nyalla Tidak Bisa Dicalonkan Karena Gagal Mencari Dukungan Partai Lain
"Aneh atau tidak itu tergantung dipenuhi atau tidak syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan.
Soal sertifikat tanah reklamasi jangan disamakan dengan tanah di daratan. Orang mungkin melihat ini aneh karena orang membandingkan dengan sertifikat tanah di darat yang kanan kiri ada pemilik tanah. Ini mungkin yang tidak dipahami publik," terang Nur Hasan dalam diskusi bertopik : Reklamasi dan Investasi, Sabtu (13/1/2018) di Menteng, Jakarta Pusat.
Nur Hasan menjelaskan beberapa point yang membuat sertifikat HGB untuk reklamasi Teluk Jakarta cepat keluar, padahal dalam prakteknya untuk tanah di daratan itu memerlukan proses yang lama.
"Kalau di daratan kenapa terbit sertifikat lama karena perlu membuat surat ukur. Nah di Pulau hasil reklamasi, pemohon HGB tidak perlu ukur karena ada surat ukur saat minta Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Pemda DKI. Kedua pemeriksaan lapangan oleh panitia, ini tidak perlu juga karena tanah yang dimohonkan kan sama," paparnya.
Ketiga soal penetapan batas, jika di daratan tanah yang mau disertifikat perlu persetujuan dari pemilik tanah yang saling berbatasan. Berbeda dengan reklamasi karena itu adalah pulau sehingga tidak terkendala dengan penetapan batas.
"Penetapan batas untuk reklamasi tidak perlu, kan di kiri kanannya tidak ada pemilik tanah. Keempat soal pengumuman data fisik yuridis, ini butuh waktu 1-2 bulan. Di reklamasi ini tidak diperlukan karena pengumuman itu kan kaitan masyarakat yang mungkin dirugikan. Reklamasi kan tidak mungkin ada warga yang mengklaim," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.