Cerita Volunteer Asian Games 2018: 'Amankan' Fotografer Agar Tak Tenggelam di Pantai Ancol
Namun kisah dibaliknya pesta olahraga terbesar se-Asia itu tak mungkin dilupakan begitu saja.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Erlina F. Santika
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA PUSAT - Perhelatan Asian Games 2018 telah berakhir pada Minggu (2/9/2018).
Namun kisah dibaliknya pesta olahraga terbesar se-Asia itu tak mungkin dilupakan begitu saja.
Naval Dwi Prasetya (22), menjadi salah satu saksi sejarah perhelatan akbar tersebut.
Ia merupakan volunteer divisi PR media di venue olahraga layar (sailing) yang berlokasi di Pantai Ancol.
Naval bercerita, selama bertugas di sana ia merasakan sulitnya menjaga rekan-rekan jurnalis, terutama fotografer, dari media dalam maupun luar negeri.
Baca: Prabowo Apresiasi Penyelenggaraan Asian Games 2018
Hal itu dikarenakan fotografer venue sailing harus mengambil gambar di tengah laut.
"Kalau di Ancol kan beda. Fotografer harus masuk ke perahu terus ke laut. Di tengah laut jadi (ambil gambarnya). Susahnya venue sailing tuh itu," ujar pria berkulit sawo matang ini.
Untuk kebutuhan utama pengambilan gambar tengah laut itu, ia dan rekan-rekan divisinya harus menyiapkan perahu.
"Saya persiapkan perahu. Terus obat anti-pusing, anti-lelah. Ha-ha-ha," ujarnya berkelakar.
Selain itu, tugas Naval dan kawan-kawan juga harus memastikan para fotografer aman agar tak tenggelam di Pantai Ancol.
"Satu boat itu ada 10 orang. Pasti harus aman dan safetynya dijaga," jelas Naval.
Bernostalgia, Naval mengisahkan bahwa fotografer saat itu punya banyak kemauan.
Padahal, lanjutnya, jumlah kapal dan bahan bakar sangat terbatas.
"Venue sailing sendiri ada 4. Venue Alfa, Beta, Charlie dan Delta. Jadi sekali berangkat dengan perahu, itu muterin 4 area itu," jelas Naval.
"Nah susahnya, si fotografer itu sukanya muter-muter. Mintanya beda-beda. Tiap negara kan tandingnya beda-beda (area)," tambahnya.
"Mereka maksa, padahal bahan bakar perahu sudah ditentukan dan dicukupkan sesuai area," sambungnya.
Kendati begitu, panitia mengusahakan tetap menuruti kemauan fotografer.
"Ya diusahain bisa. Kalau nggak bisa, 'mohon maaf nggak bisa'. Gitu aja," jelasnya.
Dari sederet fotografer dalam dan luar negeri, lanjutnya, fotografer dari Jepang merupakan fotografer yang paling suka memaksa panitia.
"Paling ngotot itu fotografer dari Jepang. Mereka maksa harus bisalah pokoknya," ungkap Naval.
Terkait jumlah perahu, Naval menjelaskan selama perhelatan akbar itu berlangsung, panitia mengerahkan paling banyak 4 kapal untuk mengangkut fotografer.
"Kan siapa yang pertama datang, dia yang naik boat. Hari pertama cuma ada satu boat buat media. Hari-hari berikutnya bertambah, paling banyak empat kapal," tandasnya.