Pancasila Itu Sudah Final kata Hamdi Muluk
Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si. mengatakan Spirit untuk membangkitkan Indonesia sebagai negara yang damai
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Spirit untuk membangkitkan Indonesia sebagai negara yang damai dengan memiliki karakter rukun, harmonis, toleran dan guyub tentunya masyarakat kita harus kembali menanamkan dan mengamalkan ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si.
“Tentunya kita harus kembali pada Pancasila. Karena Pancasila adalah rumusan yang paling maksimal yang sudah dibikin oleh para founding father's kita ketika dia paham bahwa negara ini didirikan oleh kelompok-kelompok yang berbeda atas suku, agama, ras, keturunan dan kepentingan macam-macam, majemuk sekali,” ujar Prof Dr. Hamdi Muluk, Jumat (19/10/2018).
Dirinya mencontohkan ketika para foundung father’s membuat rumusan Pancasila terutama sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dimana Soekarno dalam pidatonya saat itu, Masyarakat dipersilakan memeluk agama sesuai dengan pemahaman masing-masing, yang mana kita semua saling menghormati, dengan begitu Spiritnya adalah memang tidak membawa agama ke politik.
“Jadi agama itu ditaruh sebagai sesuatu penghormatan kepada pemeluknya masing-masing untuk menjalankan, sehingga diberi kebebasan beribadah, saling menghormati dan tidak untuk diperdebatkan. Dimana dimata para pemeluknya, agama itu sesuatu yang agung. Jadi kita bisa guyub,” kata Hamdi Muluk.
Ketika Pancasila didirikan menurutnya, maka dengan sendirinya gagasan tentang negara agama, negara khilafah dan seterusnya dengan sendirinya sudah tertolak.
“Jadi ini sudah kesepakatan. Kalau kita betul-betul menghayati kembali Pancasila, maka perdebatan mengenai perbedaan itu tidak akan ada lagi. Jadi itu sudah jangan di utak-atik lagi, pancasila itu sudah final, bahwa kita NKRI itu sudah final, kita sudah ada prinsip Bhinneka Tunggal Ika, kita menghormati kemanusiaan yang universal,” jelas pria yang juga anggota keompok ahli BNPT bidang Psikologi ini.
Dalam pengamatanya selama ini, salah satu timbulnya perpecahan itu dikarenakan adanya ujaran kebencian. Oleh karena itu dirinya sependapat kalau ujaran kebencian itu harus dilarang, karena pada hakikatnya ujaran kebencian itu adalah kekerasan melalui ucapan yang bisa memancing emosi orang dan dapat membuat orang menjadi marah.
“Konflik sosial itu merupakan pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dengan identitas seperti agama, suku, ras yang bermacam-macam di negara majemuk seperti Indonesia ini. Misalnya curiga mencurigai tentunya itu juga sudah merupakan bibit konflik, lalu terbentuk prasangka prasangka, kemudian meningkat menjadi intoleransi atau sikap tidak senang terhadap kelompok lain, lalu timbullah intoleransi melalui ujaran kebencian,” urainya.
Menurut Hamdi, dengan tidak mau bertoleransi maka nantinya akan timbul tindakan-tindakan lain seperti persekusi, diskriminasi ataupun tindakan-tindakan lain seperti mulai menjarah atau melakukan kekerasan kekerasan fisik.
“Jika ini tidak terkendali tentunya akan menjadi konflik sosial. Hal ini tidak boleh dianggap enteng soal kekerasan verbal itu terhadap kelompok-kelompok identitas itu,” kata Hamdi Muluk.
Pria kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 ini melihat, dengan membawa soal identitas baik agama, suku, agama ataupun antar golongan ke dalam ranah politik, maka hal tersebut sama halnya dengan memancing konflik. Karena dalam sejarah konflik di dunia, politik yang membawa identitas agama dan suku itu tentunya akan sangat mematikan dan paling berbahaya.
“Kombinasi agama dan suku itu sungguh sangat berbahaya. Oleh karena itu politik yang bermartabat yang tidak akan memecah belah tentunya sebaiknya politik itu tidak membawa dua label itu,” ujarnya.