Gubernur Anies Dituntut Perketat Penyelenggaraan Operasi Pasar Beras di Jakarta
Presidium Jaringan Pemantau Kebijakan Publik Jakarta (JPKP), Herlambang Wibowo meminta instansi maupun lembaga terkait di bidang pangan untuk memperke
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidium Jaringan Pemantau Kebijakan Publik Jakarta (JPKP), Herlambang Wibowo meminta instansi maupun lembaga terkait di bidang pangan untuk memperketat pengawasan dalam penyelenggaraan operasi pasar beras yang digelar BUMD pangan milik Pemprov DKI Jakarta.
Menurutnya, selama ini op menjadi bancakan para direksi dan para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), dan disinyalir mendatangkan keuntungan yang besar dan akan masuk ke kantong-kantong pribadi mereka dengan mengambil dari selisih harga jual ke konsumen.
Baca: Menilik Kasus Adam Air: Black Box Dapat Ditemukan di Kedalaman 2000 M Gunakan Alat Puluhan Miliar
“Kami mendengar BUMD pangan tersebut sedang mengajukan proposal penyelenggaraan operasi pasar beras ke Pemprov DKI Jakarta. Karena itu, saya minta Gubernur Anies Baswedan menolaknya,” kata Herlambang.
Selama 2017, ujarnya, Pemprov DKI Jakarta menggelar operasi pasar dengan volume 120 ribu ton dan 75 ribu ton beras.
“Harga dari Bulog Rp 7.800 per kg, tapi pedagang menjualnya Rp 8.300 per kg. Yang paling untung adalah pedagang, karena BUMD pangan hanya memungut biaya administrasi antara Rp 50-Rp 100 per kg,” kata dia.
Sesuai dengan data yang dipublikasikan website Food Station per 29 Oktober 2018, stok beras masih sekitar 49 ribu ton. Angka ini masih tergolong aman, sehingga tak perlu dilakukan operasi pasar.
Baca: BREAKING NEWS: Mobil Tangki Pengangkut Pertamax Terbalik Lalu Meledak, Sopirnya Tak Selamat
“Permasalahannya apakah data 49 ribu ton itu benar atau fiktif? Jika data 49 ribu ton itu benar maka, akan menimbulkan kecurigaan, stok beras masih aman, kok dewan direksi meminta untuk segera dilakukan operasi pasar?” tanya Herlambang.
Ia pun mencurigai ada pihak yang memanipulasi data data stok beras demi keuntungan sebagian pihak saja, seperti gelaran op yang telah dilakukan sebelumnya.
Ia menambahkan, penyelenggaraan operasi pasar beras semestinya melewati prosedur ketat. Apalagi, ujar dia, OP digelar kerja sama dengan Perum Bulog dengan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP).
Di sisi lain, ujarnya, operasi pasar dapat dilakukan apabila hrg beras naik dan pasokan beras selama 10 hari turun. Jika diamati, ujarnya, saat ini belum adanya kejadian atau tanda fluktuasi harga beras.
“Mekanisme penggunaan CBP sesuai Pasal 8 Perpres 48 penggunaan CBP yang dikelola Perum Bulog dilakukan apabila kekurangan pangan, stabilitas harga pangan, bencana alam dan sosial, keadaan darurat, kerja sama internasional, serta pemberian bantuan pangan luar negeri,” ucapnya.
Sementara itu, ujarnya, Pasal 2 Permendag No 4, apabila terjadi lonjakan harga beras di tingkat konsumen, maka pemerintah melakukan tindakan stabilitas harga melalui operasi pasar beras.
“Di sinilah kami menilai fungsi Food Station sebagai BUMD pangan bisa dikatakan telah gagal total, karena tidak mempunyai stok untuk cadangan beras sendiri. Food Station harus meminta operasi pasar ke Bulog,” ujarnya.
Padahal, ujarnya, Food Station mendapatkan penambahan modal daerah (pmd) 2016 sebesar Rp 300 miliar untuk stok beras. “Seharusnya jika harga beras Rp 10/ kg, dengan modal Rp 300 miliar, Food Station dapat memiliki stock sebesar 30 ribu ton beras. Kenyataannya stok beras milik Food Station hanya 4-6 ribu ton saja,” kata Herlambang.
Karena itu, ia mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengantisipasi akal-akalan para mafia beras di balik gelaran operasi pasar ini.
“Permohonan permintaan operasi pasar tersebut belum saatnya, karena tidak memenuhi persyaratan,” ujar Herlambang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.