Sopir Angkutan Batu Bara Ancam Balik Jadi Penodong, Jika Pergub Tak Dicabut
Ratusan kendaraan memadati Jalan Angkatan 45 hingga Jalan Kapten A Rifai Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Rabu (21/11/2018).
![Sopir Angkutan Batu Bara Ancam Balik Jadi Penodong, Jika Pergub Tak Dicabut](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/antrean-kendaraan-truk-batu-bara.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Ratusan kendaraan memadati Jalan Angkatan 45 hingga Jalan Kapten A Rifai Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Rabu (21/11/2018).
Ratusan kendaraan itu terdiri dari 50 truk pengangkut batu bara, 20 bus, dan 30 mini bus.
Mereka konvoi menuju Kantor Gubernur Sumatera Selatan.
Para sopir tersebut datang menuntut gubernur Sumatera Selatan untuk mencabut keputusan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 74 Tahun 2018, tentang pelarangan truk batu bara melintas di jalan umum.
Pantauan Sripoku.com, kemacetan sempat terjadi sepanjang 1,3 kilometer hingga Kantor Gubernur Sumsel dan Mall Palembang Square (PS).
Para sopir truk memutar kendaraannya sebagai simbol aksi protes terhadap pemerintah yang melarang mereka mengangkut batu bara di jalan umum.
"Kami tidak mau kembali jika pak gubernur tidak mengabulkan tuntutan kami. Kami ingin keadilan, paling tidak ada kejelasan bagaimana mengenai apa yang kami tuntut hari ini," ungkap Rinto salah satu sopir truk yang biasa mengangkut batu bara di Lahat.
Baca: Gugat Cerai Gading Marten, Gisella Anastasia: Saya Mohon Maaf untuk Semua Hati yang Patah
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Yuswanto, salah satu sopir truk batu bara asal Lahat.
Menurutnya sudah 14 hari semenjak diberlakukannya pergub tersebut membuat para sopir kehilangan mata pencaharian.
"Semenjak penutupan jalan pendapatan kami hilang. Tidak sepeserpun kami mendapatkan uang."
"Jika boleh dikatakan pendapatan sudah 0 besar. Biasanya borongan dalam sehari itu dapat Rp 800 ribu."
"Itu juga termasuk pengeluaran di jalan baik itu uang bensin, makanan dan lainnya. Untuk penghasilan kotornya bisa mendapat Rp 150 ribu per hari dikalihkan saja selama 14 hari ini sudah tidak narik. Sudah berapa itu," ujarnya.
Yuswanto berharap permasalahan ini jangan dianggap tidak serius karena menyangkut kehidupan banyak orang.
Sebab tidak hanya membuat sopir saja kehilangan mata pencaharian tetapi juga berimbas pada mata pencaharian lainnya.