Perjuangan Ifan Seventeen Selamatkan Diri dari Tsunami Meski Tertimpa Panggung dan Terlilit Kabel
Ia pun tidak bisa menebak dirinya akan bertahan hidup atau menjadi korban, sama seperti yang lainnya.
Editor: Hasanudin Aco
Diberitakan sebelumnya, gelombang tinggi menerjang pesisir Serang dan menyebabkan sejumlah kerusakan di wilayah Selat Sunda, seperti Lampung Anyer, dan Banten. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gelombang itu merupakan tsunami.
BMKG menyampaikan kesimpulan tersebut setelah mendapatkan data dari 4 stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda pada waktu kejadian tsunami, yaitu pukul 21.27 WIB.
Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0.9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB, 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.
Saat kejadian, grup band Seventeen sedang mengisi acara gathering Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Tanjung Lesung Beach Resort, Banten.
Air pasang atau tsunami tersebut menghantam sebuah panggung pertunjukan, dimana saat itu Seventeen sedang beraksi didepan ratusan pegawai PLN.
Air pasang dari laut itu langsung menghancurkan panggung Seventeen. Seketika, semua orang yang berada didepan panggung berhamburan.
Dari personil Seventeen, hanya Ifan sang vokalis yang selamat. Herman Sikumbang (Gitaris), Andi (drummer), Bani (Bassis) menjadi korban dan meninggal dunia dalam peristiwa tersebut, termasuk road manajer mereka, Oky Wijaya dan Ujang sebagai crew Seventeen juga meninggal.
Ketiga personil Seventeen pun ditemukan dalam waktu berbeda-beda.
Tetapi, Herman, Bani, Oky, dan Ujang sudah diterbangkan ke kampung halaman masing-masing dan dimakamkan.
Tidak hanya kehilangan keluarga bermusiknya, Ifan juga kehilangan istri tercinta, Dylan Sahara yang meninggal dunia dan menjadi korban atas tsunami atau air pasang Selat Sunda.
Penulis: Arie Puji Waluyo