Sopir dan Kernet Truk Sampah Kini Nyambi Jadi Kuli Sejak TPA Burangkeng Diblokir Warga Bekasi
Warga Desa Burangkeng melakukan penutupan TPA Burangkeng sejak Senin (4/3/2019) lantaran merasa kesal tidak ada perhatian Pemkab Bekasi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Muhammad Azzam
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, Kabupaten Bekasi masih terus berlanjut, hingga hari kedua, Selasa (5/3/2019).
Warga Desa Burangkeng melakukan penutupan TPA Burangkeng sejak Senin (4/3/2019) lantaran merasa kesal tidak ada perhatian Pemkab Bekasi karena terdampak bau sampah.
Sehingga akibat penutupan itu membuat tidak ada aktivitas pembuangan sampah yang biasa menggunakan truk sampah ke TPA Burangkeng tersebut.
Para sopir truk sampah lebih memilih libur ketimbang mengambil resiko diamuk warga jika tetap memaksakan diri membuang sampah ke TPA tersebut.
Ahmad Nur Sidik (21) seorang sopir truk sampah di Kabupaten Bekasi terpaksa harus berdiam diri di rumah dikarenakan tidak bisa bekerja membawa truk untuk mengangkut sampah.
Truk sampah milik Pemerintah Kabupaten Bekasi menganggur tidak melakukan aktivitas pengangkutan sampah akibat penutupan TPA Burangkeng oleh warga setempat. (Warta Kota/Muhammad Azzam)
Sambil membersihkan kipas angin, ia mengungkapkan tidak berani bekerja dikarenakan menghormati keinginan dan permintaan warga atas tuntutan tersebut.
"Kan lawannnya sama masyarakat, kalau narik juga ya engga enak. Kita menghargai juga aspirasi dan pemintaan masyarakat itu. Semua truk sampah engga ada yang beroperasi pada libur," kata Sidik saat ditemui di rumahnya yang tak jauh dari TPA Burangkeng.
Sidik yang telah bekerja menjadi sopir truk sampah selama tiga tahun mengaku kejadian demo warga kali ini yang terbesar.
Ia berharap agar cepat ada penyelesaian antar warga dan Pemerintah Kabupaten Bekasi. "Ya semoga cepat selesai saja temukan solusi terbaiknya. Saya kan hitungan gajian per tiap kali jalan angkut sampah," ungkapnya.
Ia menjelaskan dirinya dibayar sekitar Rp 53.000 tiap harinya. "Hitungannya harian, tapi kalau dibayarnya bulanan, total sekitar Rp 1,4 juta, tapi kalau engga kerja ya engga dihitung," jelasnya.
Sidik biasa bekerja hanya satu kali rit atau satu kali perjalanan. Ia bekerja mengangkut sampah dari Pasar Lemah Abang. "Saya berangkat pagi pagi pukul 07.00 ya pulang sore buang sampah ke TPA Burangkeng," katanya.
Andi Sopir truk sampah lainnya, mengaku agar bisa memenuhi kebutuhan hidup ia memulung sisa-sisa barang bekas ke pengepul. "Gaji pokok kan ada, tapi buat hariannya engga ada. Kita sambilan saja kumpulin barang bekas kerja di pengepul buat jajan sehari-hari," jelasnya.
Andi yang juga merupakan warga Desa Burangkeng tidak bisa berbuat banyak soal penutupan TPA Burangkeng. "Sopir pasti pada ngeluh, tapi ini gimana tuntuta asli warga Burangkeng, lah saya saja warga Burangkeng juga. Memang wajar warga minta seperti itu, semoga bisa cepat selesai," tuturnya.