Humaniora Foundation Beri Santunan Bagi Janda Lanjut Usia Berprofesi Sebagai Pemulung
Pendiri Humaniora Foundation, Eddie Karsito mengatakan kitab-kitab agama itu tidak hanya disakralkan, disucikan, tetapi dihadirkan
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Humaniora Foundation, Eddie Karsito mengatakan kitab-kitab agama itu tidak hanya disakralkan, disucikan, tetapi dihadirkan, dinyatakan dalam perbuatan.
"Selain dijadikan petunjuk, dan menjadi acuan pokok bagi manusia dalam menjalani kehidupan,” ungkap Edie Karsito di acara peringatan Hari Ulang Tahun Ke-24 Humaniora Foundation, sekaligus santunan bagi para janda lanjut usia berprofesi sebagai pemulung, di Kranggan Permai, Jatisampurna, Bekasi, Jum’at (24/05/2019).
Humaniora Foundation didirikan pada tanggal 17 Ramadhan (17 Ramadhan 1415 H / 17 Februari 1995). Ulang tahunnya selalu diperingati bersamaan dengan momen Nuzulul Quran (turunnya al Qur'an).
Tanggal dan bulan tersebut secara konsepsional menurut pendirinya, Eddie Karsito, dipilih sebagai transformasi makna; membumikan al-Quran.
”Agama hadir di muka bumi untuk memenuhi panggilan kemanusiaan. Tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Teks suci (al-Quran) sudah semestinya direinterpretasi dengan pembacaan yang lebih humanis, dan emansipatif, berdasarkan realitas kekinian yang sedang kita dihadapi,” jelas Eddie.
Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-24 Humaniora Foundation ini, ditandai dengan acara berbuka puasa bersama, pemberian santunan bagi anak yatim, kaum dhua’fa dan janda lanjut usia berprofesi sebagai pemulung.
Santunan yang diberikan berupa uang tunai, bingkisan makanan, perangkat ibadah (sarung), dan sumbangan lainnya.
Di tengah situasi sosial saat ini, kata Eddie, agama harus dikembalikan sebagai ajaran moral; akhlak; budi pekerti. Al-Quran jangan hanya dijadikan mantra suci.
“Spirit yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan pencerahan bagi manusia. At takhalluq bi al quran menjadikan al-Qur’an sebagai akhlak; budi pekerti, yang benar-benar mewujud dalam realitas kehidupan. Pembinaan akhlak melalui berbagai kegiatan dan program bantuan kemanusiaan, maupun upaya-upaya kemanusiaan lainnya,” urai aktor film dan pemerhati sosial budaya ini.
Hadir di acara ini menyampaikan tausyiah dan doa dari sejumlah penceramah muda, antara lain; ustadz Ferdy Husainy, ustadz Wahyudin Yuha, ustadz Rizal Fauzi, serta tokoh spiritual Panglima Langit.
Turut serta memberi sumbangan pada kegiatan sosial ini para artis yang tergabung di Komunitas Amal Sedekah Ikhlas Hati (KASIH), antara lain; Ageng Kiwi, Roman D. Man, Ratna Listy, Dean Desvi, Lia Emilia, dan Renny Agustine.
Sumbangan juga datang dari artis senior Yati Surachman, pianis Dhikapatrick, dari artis pendatang baru*Adeliyana Indahsari, serta dari pekerja seni, Rachmat.
Turut menyemarakkan acara ini artis lainnya, diantaranya aktor senior *Iwan Burnani, Five V. Rachmawati, Irma Darmawangsa, Lisda Oktavianti, Irfan Sebastian, Livi Andriany, Aksay, Ratna Pandita, Lia Bulmat Raeshard, Ferly Putra, dan artis lainnya, serta sejumlah wartawan.
“Kadang kita berniat membantu. Tapi sering kali kehilangan kesempatan untuk meringankan penderitaan orang lain. Kesempatan itu berlalu begitu saja karena kita tidak tanggap terhadap kebutuhan mereka. Empati adalah kunci yang dapat membuka peluang bagi kita untuk berbuat kebaikan. Merasakan apa yang dialami orang lain. Mengasihi saudara-saudara kita, seperti nenek-nenek janda pemulung ini,” kata Ageng Kiwi.