Perkembangan Teknologi Melalui Dunia Maya Dewasa ini Tidak Bisa Dihindari kata Rulli Nasrullah
Pengamat Media Sosial, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, mengakui bahwa, perkembangan teknologi melalui dunia maya (internet) dewasa ini tidak bisa dihindari
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Media Sosial, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, mengakui bahwa, perkembangan teknologi melalui dunia maya (internet) dewasa ini tidak bisa dihindari.
Dimana proses perkembangan teknologi itu kurvanya cenderung sangat cepat dan sangat tinggi. Perspektifnya pun juga balance, bahwa ada hal-hal positif dan ada hal-hal yang negatf.
“Teknologi seperti internet, medsos sekarang ini bisa dikatakan menjadi pasar bebas ide. Siapapun dengan keinginan ataupun tujuan, baik negatif dan positif bisa masuk di situ untuk memasarkan ide-ide mereka. Ini menjadi persoalan yang serius kalau seandainya ide yang ditawarkan itu adalah ide-ide tentang kekerasan atas nama agama, pelanggaran HAM ataupun tentang terorisme dan segala macamnya. Sementara literasi digital di masyarakat sendiri sangat pelan," ungkap Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Selasa (18/6/2019).
Pria yang juga dosen Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, kehadiran teknologi dan medsos sekarang ini cenderung bebas tanpa batasan geografis, sehingga target penjualan ide-ide di pasar bebas virtual ini siapa pun bisa dapat. Yang menjadi masalah adalah ketika yang menjual ide itu adalah orang yang ‘ahli’ untuk mengacaukan pikiran seseorang atau keinginan negatif lainnya. Dimana mereka juga akan mempelajari psikologi para pengguna digital.
“Dimana mereka akan melihat para netizen ini statusnya seperti apa, teman-temannya seperti apa. Jadi cara masuknya itu seperti teman biasa yang sudah akrab dengan segala macam disesuaikan dengan keinginan netizen seperti apa. Maka nanti pelan-pelan ide-ide negatif itu akan dimasukkin ke situ. Nah itu yang menjadi persoalan,” kata pria kelahiran Bandung, 18 Maret 1975 ini.
Menurutnya, pengguna medsos harus bisa menahan diri jika memperoleh informasi yang didapat dari medsos. Karena ketika bermain di medsos, ada satu kalimat yang sering dikatakannya dengan sebutan Berhenti Sejenak.
“Berhenti Sejenak di sini artinya adalah, ketika kita menerima sebuah informasi maka kita harus berhenti dulu sejenak untuk berfikir jernih. Jangan buru-buru ditelan, jangan buru-buru di share dan juga jangan buru-buru diakui sebagai sebuah kebenaran ataupun sebagai sebuah kesalahan," ungkap pria yang juga Pengurus Pusat Forum Dosen Indonesia bidang Publikasi ini.
Untuk itulah menurutnya perlu ada upaya bersama untuk mengajak para nitizen ini menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan di Medsos dengan memperbanyak konten positif di medsos. Karena medsos ini adalah
pasar ide. Artinya ketika orang-orang baik, orang yang punya ilmu atau orang yang punya latar belakang pendidikan ataupun pengalaman di lapangan jika tidak bermain di medsos, maka pasar ide ini akan kalah dengan konten-konten yang negatif.
“Apa yang dilakukan pemerintah dengan memblokir, men-Take Down konten negatif, itu adalah suatu langkah yang benar. Sangat benar ketika orang tua, membatasi aplikasi yang memiliki konten konten yang bisa diakses oleh anaknya. Tetapi ketika orang-orang baik, siapapun mereka ketika dia tidak bermain di medsos dan juga tidak masuk ke dalam pasar bebas ide seperti ini, maka kontennya akan kalah. Untuk itulah para pengguna medsos harus memperbanyak membikin counter konten,” ujarnya.
Karena menurutnya, harus ada orang-orang baik yang peduli dengan membuat konten tandingan juga. Karena nanti pasar ide virtual itu akan menjadi menarik dan bahkan orang pasti akan belajar.
“Orang nantinya akan berpikir mungkin awalnya dia terkena hoax atau terkena paham radikal dan segala macam, tetapi nanti lama lama jika sudah banyak konten bagus di internet, akhirnya orang akan berfikir ternyata yang kemarin-kemarin itu tidak benar dan yang sekarang ini ternyata benar," tutur Rulli
Diakui Rulli, sudah banyak riset yang mengatakan bahwa medsos telah dijadikan saluran untuk perekrutan atau juga digunakan untuk penanaman konsep konsep kekerasan atas nama agama dan juga atas nama identitas apapun. Untuk itulah dirinya meminta agar para pengguna medsos juga bersikap kritis agar tidak mudah terprovokasi dengan ajakan kekerasan yang dapat menimbulkan perpecahan melalui medsos.
“Persoalannya, sudah banyak bukti yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu banyak mempengaruhi literasi digital. Ternyata ada juga yang biarpun sudah menempuh pendidikan tinggi, bahkan pejabat dan segala macam ternyata mereka menyebarkan hoax (berita bohong) juga,” urainya.