Pendapat Eks Kepala BNN Anang Iskandar Terkait Kasus Narkoba yang Menjerat Nunung
"Selama Nunung tidak bisa dibuktikan sebagai pengedar maka Nunung ditempatkan di lembaga rehab selama penyidikan, penuntutan dan pengadilan," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar memberikan tanggapannya terkait dugaan penyalahgunaan narkoba komedian Tri Retno Prayudati atau Nunung.
Menurut Anang Iskandar, Nunung tetap harus menjalani proses hukum, baik dari tahap penyelidikan hingga ke proses peradilan.
Baca: Nunung Disebut Sudah Konsumsi Narkoba Sejak 5 Bulan Lalu, 10 Kali Beli Sabu dari HM
Namun dalam proses tersebut, Anang Menilai Nunung tidak perlu ditahan selama tidak dapat dibuktikan sebagai pengedar.
"Selama Nunung tidak bisa dibuktikan sebagai pengedar maka Nunung ditempatkan di lembaga rehab selama penyidikan, penuntutan dan pengadilan," kata Anang dalam keterangannya, Sabtu (20/7/2019).
Anang menjelaskan, Perbedaan pokok penyalah guna dan pengedar dalam Undang-Undang ada pada kegunaan kepemilikan narkotika.
Jika untuk mendapatkan keuntungan, maka menurut Anang Iskandar tergolong pengedar.
"Kalau untuk dikonsumsi sendiri tergolong penyalah guna dikenakan pasal 127, sedangkan pengedar dikenakan pasal 112," katanya.
Menurut Anang, penyalah guna tidak memenuhi syarat ditahan berdasarkan syarat penahanan yang tertuang dalam pasal 21 KUHAP.
Penyidik, penuntut umum, dan hakim punya kewajiban menjamin penyalahguna untuk direhabilitasi berdasarkam tujuan pasal 4 UU Narkotika.
"Itu sebabnya penegakan hukum terhadap penyalahguna narkotika bersifat rehabilitatif. Maka selama proses pidana terhadap perkara penyalahguna menjadi kewajiban penegak hukum untuk menempatkan penyalahguna di lembaga rehabilitasi," ucap Anang.
Anang yang juga merupakan Capim KPK ini berpendapat bahwa status hukum hukuman rehabilitasi itu berdasarkan UU narkotika sama dengan hukuman penjara, tempat menjalani rehabilitasi berdasarkan pasal 56 UU narkotika di lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
"Tempat rehabilitasi tersebut sudah tergelar seperti RSKO dan rumah sakit yang ditunjuk menteri kesehatan, lembaga rehabilitasi milik BNN, dan kemensos, serta lembaga rehabilitasi milik masyarakat. Bukan di lapas," katanya.
Oleh karena itu, kata mantan Kabareskrim Polri itu, penegak hukum mulai dari penyidik, jaksa penuntut, dan hakim harus mengubah arah cara bertindak dalam menangani perkara penyalahguna narkotika agar tidak terjadi maladministrasi penegakan hukum, yang berakibat memberatkan negara dalam hal memberi makan dan merawat tahanan penyalahguna narkotika yang dijatuhi hukuman penjara.
"Dan hasilnya tidak menyembuhkan penyakit yang diderita penyalahguna karena penjara tidak memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai tempat rehabilitasi penyalahguna," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.