Dianggap Kadaluarsa, Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Pengamen Korban Salah Tangkap
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, menolak gugatan praperadilan ganti rugi yang diajukan empat pengamen Cipulir.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, menolak gugatan praperadilan ganti rugi yang diajukan empat pengamen Cipulir.
Dalam putusannya, hakim memutus untuk menolak gugatan para pengamen tersebut karena dianggap kadaluwarsa.
"Menetapkan menyatakan hak menuntut ganti kerugian para pemohon gugur karena kadaluwarsa. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Elfian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Dalam amar putusannya, hakim menganggap para pemohon sudah menerima petikan putusan sejak 11 Maret 2016 dan telah menerima salinan putusan tanggal 25 Maret 2019.
Baca: Peneliti LIPI Berharap Pemindahan Ibu Kota Bukan Hanya Sekadar Atasi Kemacetan
Baca: Beli Cincin Berlian untuk Iulia Vantur, Salman Khan Pertimbangkan Saran dari Sang Ibu
Baca: Live Streaming tvOne ILC Malam Ini, Antara Teuku Umar dan Gondangdia: Kelompok 212 Mau ke Mana?
Baca: Menhan: 3 Persen Anggota TNI Terpapar Paham Radikal
Sehingga permohonan ganti rugi tersebut menjadi kadaluwarsa.
Sebab permohonan praperadilan ganti rugi baru diajukan tanggal 21 Juni 2019.
"Menimbang jika dihitung sejak tanggal penerimaan petikan putusan tersebut 11 Maret 2016 sampai tanggal permohonan ini diajukan oleh para pemohon tanggal 21 Juni 2019 sudah melebihi 3 tahun berarti telah melebihi jangka waktu 3 bulan sebagaimana ditentukan pasal 7 ayat 1 PP 92/2015," tutur Elfian.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas hak menuntut ganti kerugian para pemohon haruslah dinyatakan gugur karena telah kedaluwarsa dan permohonan para pemohon ditolak untuk seluruhnya," tambah Elfian.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dituntut ganti rugi oleh LBH Jakarta atas perkara salah tangkap dalam kasus pembunuhan.
Korban salah tangkap yakni empat orang pengamen yang masih di bawah umur.
Empat pengamen bernama Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16) ditangkap Jatanras Polda Metro Jaya pada 2013 silam.
Mereka ditahan karena dituduh melakukan pembunuhan di kolong jembatan samping kali Cipulir, Jakarta Selatan.
Baca: Menteri Kelautan dan Kapolri Sepakati MoU untuk Sikat Pelaku Illegal Fishing di Laut
Dalam prosesnya, polisi dituduh melakukan kekerasan terhadap empat orang anak ini agar mau mengaku melakukan pembunuhan.
Mereka kemudian divonis hakim bersalah dan harus mendekam di penjara anak Tangerang. Belakangan, keempat anak ini dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut.
Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016. Mereka bebas pada tahun 2013.
LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan tersebut.
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak.
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama di penjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.