Ketua DPRD DKI Prasetio Beri Prioritas Kerja Pada 3 Masalah Klasik Ibu Kota
Tiga permasalahan tersebut, kata dia, bakal menjadi fokus utama pembenahan lewat kepemimpinannya di periode ini.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai ditetapkan sebagai Ketua DPRD DKI periode 2019-2024, Prasetio Edi Marsudi mengatakan Jakarta masih punya setumpuk permasalahan klasik yang selalu ada dari tahun ke tahun.
Banjir dan kemacetan disebut Prasetio masih menjadi persoalan klasik yang belum juga tuntas. Selain itu ia juga menitikberatkan pada keberadaan rumah susun yang terlalu padat di beberapa wilayah.
Tiga permasalahan tersebut, kata dia, bakal menjadi fokus utama pembenahan lewat kepemimpinannya di periode ini.
"Masih banyak PR yang sebetulnya masalahnya klasik, masalah banjir dan macet," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
Baca: Jokowi: Masih Banyak PR Belum Diselesaikan
Sebanyak 13 sungai yang melintang di Jakarta sempat ia minta diserahkan pengelolaannya ke Pemerintah Provinsi DKI demi percepatan proses naturalisasinya. Sebab saat itu pusat pengelolaan masih dipegang pemerintah pusat.
Hal ini sempat ia sampaikan ke Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Tapi sepenuturan Prasetio, pemerintah pusat belum dapat menyerahkan kewenangan tersebut ke DKI.
Sebab diketahui, pemerintah pusat lewat Kementerian PUPR memang punya wewenang mengelola sungai-sungai besar di Jakarta di bawah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane (BBWSCC).
"Saya pernah bicara dengan Pak Menteri (PUPR) Basuki pada saat itu serahkan saja pada DKI Jakarta untuk di kelola sungai itu supaya kerja kita cepat, tapi kenyataannya haknya pemerintah pusat nggak bisa apa-apa," kata dia.
Menurut Prasetio, permasalahan banjir sudah semestinya disikapi serius. Ia mengaku akan membawa persoalan ini dan fokus mengatasinya dalam ABPD 2020.
"Ada hal-hal juga yang di mana banjir ini harus disikapi, nah makanya saya nanti pas APBD 2020 akan saya fokus ke permasalahan di situ," jelasnya.
Terkait kemacetan, ia menilai ada beberapa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang kini sudah dihilangkan alias dibongkar dan diganti pelican crossing.
Pasalnya, karena JPO dibongkar, justru membuat penumpukan kendaraan pada lokasi tersebut. Ia mengambil contoh JPO Tosari yang dibongkar dan diganti pelican crossing. Akibatnya kemacetan mengular hingga kawasan Semanggi.
Hal ini akan ia tindaklanjuti ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selaku pihak eksekutif sekaligus penggagas pembongkaran JPO itu.
"Masalah macet, nah masalah macet ini juga ada beberapa tempat-tempat JPO yang masih ada, tapi sekarang nggak ada. Di sini juga saya akan pertanyakan kepada pihak eksekutif Pak Gubernur khususnya," ujar Prasetio.
Kemudian permasalah selanjutnya ialah penataan rumah susun di Jakarta, khususnya yang ada di wilayah Tambora, Tanah Tinggi dan Johar Baru.
Pihak legislatif dan eksekutif mesti bekerja sama berkonsentrasi menata kelola wilayah tersebut supaya warga sekitar dapat hidup layak.
"Itukan kampung padat sekali nah itu juga harus dimanusiawikan oleh pemda khususnya eksekutif dan legislatif kami, dan disini kami akan berkonsentasi bagaimana mereka bisa hidup layak," ucapnya.
"Ini sebagai bahan konsentrasi saya nanti pembahasan di Badan Anggaran 2020," pungkas Prasetio.