Kesetiaan Parjan Mengayuh Becak
"Hanya ini keahlian saya, menarik becak sampai sekarang. Sesekali saya menjadi buruh bangunan untuk menambah penghasilan," ujarnya.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan magang, Meliana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Parjan (60) seorang perantau asal Semarang, Jawa Tengah yang telah menekuni pekerjaan menarik becak sejak tahun 1983. Pria paruh baya ini tetap setia, menggeluti pekerjaannya hingga saat ini sebagai penarik becak di Ibu Kota Jakarta.
Awalnya ia menarik becak di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat sampai kemudian ada larangan becak dilarang beroperasi di Jakarta. Parjan mengaku sempat ke Kalimantan untuk mengadu nasib.
"Saya tidak betah di sana. Kemudian kembali ke Jakarta, ke Ciputat kemudian narik becak lagi," ujarnya saat ditemui.
Baca: Jenazah Sujud di Pinggir Jalan, Ternyata Pelaku Pembunuhan Tukang Becak, Cekcok Cinta Segitiga
Berjuang di Ibu Kota, Parjan setiap hari berangkat dari rumahnya sejak pagi hari. Dengan harapan mendapatkan rejeki dari penumpang.
Pulang ke rumah sekitar pukul 19.00 WIB malam, mengayuh becaknya yang tak jauh dari rumahnya, di Jalan Raya Ciputat, samping pintu masuk kampus UIN Jakarta. Rute perjalanan becaknya, aku Parjan di sekitar Kampung Utan sampai Jalan Kertamukti.
Baca: Sosok Marsius Sitohang, Jadi Dosen USU Padahal Tak Lulus SD, Masa Lalunya Pernah Jadi Tukang Becak
"Hanya ini keahlian saya, menarik becak sampai sekarang. Sesekali saya menjadi buruh bangunan untuk menambah penghasilan," ujarnya.
“Bagi saya narik becak itu bebas mba. Kalau lagi capek tidur di pinggir jalan, tapi sedihnya itu kadang tidak ada penghasilan sama sekali, disitu saya bingung untuk hidupi keluarga di kampung," katanya lirih.
Tak jarang, kerap ia terpaksa menggunakan uang tabungannya untuk biaya kesehariannya. Tetap eksis, meski harus bertarungan dengan moda transportasi yang lebih maju, termasuk transportasi berbasis online.