Senyum Anak-anak Berangkat Sekolah yang Membuat Suparjan Bahagia
Terlihat, sudah ada lagi tiga anak laki-laki di seberang jalan ia berdiri, yang membutuhkan bantuannya untuk menyerang jalan
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan magang Yosi Vaulla Virza
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Jaket hitam, pluit dan tongkat panjang. Suparjan terlihat tengah serius memberhentikan setiap pengendara yang lewat agar anak -anak sekolah bisa menyebrang dengan selamat. Terlihat, sudah ada lagi tiga anak laki-laki di seberang jalan ia berdiri, yang membutuhkan bantuannya untuk menyerang jalan agar bisa pulang kerumah sehabis sekolah.
"Pakde mau menyeberang," salah satu anak sekolah kemudian berteriak kepadanya. Tak berapa lama Suparjan langsung bergegas membantu ketiganya.
"Tunggu-tunggu," teriaknya sambil mengayunkan tongkat dan memberi senyum kepada pengendara.
Baca: Kemenhub Targetkan 2020 Jalan Tol Bebas Truk Bermuatan Lebih
Suparjan mengaku sudah bekerja sebagai petugas penyebarang jalan sejak tahun 1970. Saat itu, awalnya ia bekerja sebagai tukang sapu di Kelurahan Kota Bambu Selatan, Slipi, Jakarta Barat.
Baca: Mbah Mijan Ungkap Penyebab Water Barrier di Tol Bergerak Sendiri : 13 Anak Tak Kasat Mata Lagi Main
"Awalnya saya tukang sapu di kelurahan, terus ada lowongan kerja. Saya ikut, terus saya terpilih," Ia mengawali cerita.
Awal ia bekerja sebagai petugas penyebrang jalan, jalanan yang ada di sekitar Slipi masih berupa tanah. Dan barulah tahun 1992 mulai di aspal.
Baca: Waduh, 70 Persen Truk yang Terjaring Razia di Tol Sumo Terbukti Overdimensi dan Overload
Pada masa ia baru mulai bekerja, Suparjan mengaku kesulitan dalam pekerjaannya. Pasalnya tidak adanya lampu merah dan bentuk jalanan yang lurus, membuat para pengendara pada saat itu, kerap tidak mau berhenti, memberikan jalan untuk para pejalan kaki yang mau menyebrang jalan.
Dalam tugasnya, pernah beberapa kali ia hampir ditabrak pengendara sepeda motor yang kebut-kebutan di jalan. Tidak merasa trauma atau takut apa yang pernah dialaminya.
"Wah dulu ini semua masih tanah, hujan suka becek itu. Tapi tahun 1992 baru tuh di aspal jalannya kan. Dan itu susah banget dulu yah, ini kan jalannya lurus tuh, pengedara suka ngebut, tidak mau berhenti kasih jalan," cerita Suparjan.
Barulah di era Kepemimpinan Jokowi yang pada saat itu masih menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta, lampu merah ada dan membuat pekerjaannya sedikit terbantu.
Baca: Lapangan Olahraga Kena Gusur Tol, Uang Ganti Ruginya Diklamin Milik Orang, Ini Sikap Warga
Gajinya sebagai petugas penyebrang jalan tidaklah besar. Dalam satu bulan hanya tiga ratus ribu rupiah yang di bayarkan kelurahan untuk jasanya. Walaupun begitu ia tidak pernah mengeluh dan merasa bersyukur dengan gajinya.
Suarjan mulai bekerja sejak pukul 05.00 WIB. Ia memang sengaja berangkat pagi sekali, karena setiap pagi jalanan sudah mulai ramai oleh kendaraan dan anak-anak sekolah membutuhkannya untuk menyebrang jalan ingin berangkat ke sekolah.
Pria yang sering di panggil Pakde oleh anak-anak sekolahan ini mengaku, meski awalnya ia disuruh oleh kelurahan tapi sekarang pekerjaan ini menjadi sumber kebahagiaan tersendiri baginya.
Pasalnya, melihat setiap pagi anak sekolah lewat dan mengucapkan kata terimakasih sambil tersenyum untuk jasanya, membuat ia merasa bahagia dan bangga.
Baca: Disuruh Pulang oleh Polisi, Demonstran Pelajar: Kami Pantas Ada di Sini
"Saya senang sekali setiap pagi. Melihat anak-anak berangkat sekolah .Saya bantu untuk menyeberang jalan, terus mereka senyum ke saya, terimakasih. Saya bangga aja lihatnya. Mereka sudah kayak cucu saya sendiri gitu," ujarnya sambil tertawa.
Di usia yang semangkin senja, Pria berusia 70 tahun ini pernah terpikirberhenti bekerja sebagai petugas penyebrang jalan. Namun, senyuman anak-anak sekolah yang setiap pagi membutuhkan bantuannya,seakan memupuskan mengurungkan niatnya tersebut.