Hindari Perundungan, Aparat agar Tak Hadirkan Korban Pelemparan Sperma di Persidangan
Ia menyatakan, aparat diminta untuk memperhatikan psikologis korban dalam proses hukum pelaku.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel ikut menanggapi viralnya kasus seorang lelaki yang ditangkap lantaran melemparkan air mani ke sejumlah perempuan di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ia menyatakan, aparat diminta untuk memperhatikan psikologis korban dalam proses hukum pelaku.
Reza meyakini, sejatinya pelaku tindakan asusila itu telah melakukan perilaku tersebut ke banyak korban.
Namun, banyak korban yang takut ketika ia mengaku malah mendapatkan perundungan di masyarakat.
Baca: Polres Tasikmalaya Ungkap Pelaku Penggali 35 Makam di TPU Kampung Pakemitan
Atas dasar itu, ia meminta para korban nantinya tidak perlu dihadirkan di persidangan ataupun proses hukum lainnya oleh pihak aparat penegak hukum.
"Menghindari ketakutan berulang. Belum lagi risiko mengalami perundungan oleh oknum saat proses hukum berlangsung," kata Reza kepada Tribunnews, Sabtu (23/11/2019).
Karena itu, Reza menyatakan, perlu ada upaya lain dari penegak hukum untuk tidak secara langsung menyertakan korban dalam proses penegakan hukum. Ia mengusulkan adanya Victim Impact Statement (VIS).
"Ada baiknya otoritas penegakan hukum mulai memberlakukan victim impact statement (VIS). VIS adalah kertas berisi keluh kesah korban, deskripsi kejadian, perasan korban, harapan korban, dll. Dengan VIS, korban tidak lagi harus hadir di persidangan. Bobot VIS setara dengan kehadiran korban secara lahiriah di hadapan majelis hakim," tegasnya.
Baca: Enam Korban Lapor Polisi Terkait Teror Sperma di Tasikmalaya
Di sisi lain, ia meminta pelaku asusila tersebut dapat dituduhkan sebagai predator in making. Baginya, perilaku yang dilakukan pelaku seperti pemangsa dalam operandi kejahatan seksual.
"Dia sedang menjelma sebagai pemangsa. Ini terjelaskan oleh fakta bahwa perilaku kejahatan cenderung bereskalasi. Hari ini dia sebatas baca majalah saru, besok film biru, lusa memuaskan diri dengan masturbasi, tulat menyasar orang lain sebagai objek," tukasnya.
"Jadi wahai, Pak dan Bu Polisi. Di depan anda bukan orang yang semata-mata membuang sampah sembarangan. Orang itu juga bukan 'hanya' pelaku pelecehan seksual. Dia, monster bejat itu, adalah predator in making," tutupnya.
Sebelumnya, Terkait kasus teror sperma di Tasikmalaya, hingga Kamis (21/11/2019) ini sudah ada enam korban yang melapor ke polisi.
Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Dadang Sudiantoro menyebut keenamnya mengaku telah menjadi korban aksi tak senonoh dari SN (25), teror sperma, yang telah ditetapkan tersangka.
"Kami sejauh ini masih terus melakukan pemeriksaan untuk memastikan keterangan dari para saksi dalam hal ini para korban" kata dia.
Dia menuturkan, berdasarkan pengakuan para korban, mereka mengalami pelecehan dalam bentuk berbeda-beda.
Mulai dari korban teror sperma oleh tersangka, ada pula korban yang ditempeli sperma pada bagian pipinya.
Satu korban lainnya mengaku telah dilecehkan oleh tersangka dengan dipegang bagian payudaranya saat berkendara.
Selain itu, polisi juga masih menunggu laporan korban lainnya untuk dimintai keterangan.
Dadang menjelaskan tidak menutup kemungkinan, kondisi kejiwaan tersangka juga akan diperiksa.
Baca: Sempat Diduga Praktik Dukun, Misteri 25 Makam Tasikmalaya Digali Terkuak, Pelaku Bukan Manusia
"Tapi itu tidak bersifat urgent, dia (tersangka) normal diajak bicaranya," kata dia.
Saat ini, tersangka SN masih mendekam di sel tahanan Polres Tasikmalaya Kota.
Dalam kasus itu, polisi akan menggunakan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Tersangka diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar.