Pakar IT Komentari Komputer Seharga Rp 128 M Usulan Badan Pajak DKI Jakarta: Speknya Ketinggian
Pakar IT mengomentari satu set komputer seharga Rp 128,9 miliar usulan BPRD DKI Jakarta memiliki spek yang terlalu tinggi untuk urusan pajak DKI.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Pakar IT mengomentari satu set komputer seharga Rp 128,9 miliar usulan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta.
BPRD mengajukan hal tersebut dalam RAPBD DKI Jakarta 2020.
Hal tersebut lantas menjadi ramai diperbincangkan publik lantaran nominal yang fantastis untuk perangkat komputer.
Melansir Kompas.com, pakar IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menilai secara teori komputer mainframe yang diusulkan BPRD DKI Jakarta memang cocok untuk mengelola data input dan output.
Namun hal yang harus dipertimbangkan adalah berapa banyak data yang dikelola.
Alfons menyebut, komputer mainframe memang cocok digunakan oleh perbankan besar.
Namun Alfons mengatakan jika data yang dikelola hanya untuk analisa kebutuhan pajak, penggunaan komputer mainframe disebut berlebihan.
"Kalau bank besar seperti BCA, Mandiri dan BRI itu pakai mainframe wajar, karena transaksinya sangat besar dan membutuhkan kemampuan proses data yang sangat time sensitive. Kalau untuk analisa kebutuhan pajak sih rasanya overkill yah," kata Alfons Senin (9/12/2019).
Alfons menyebut masih ada di tren dunia teknologi mencari solusi yang lebih murah dan efisien dibanding menggunakan mainframe yang memakan anggaran terlalu besar.
"Beralih ke solusi yang lebih efisien, spesialis datanya lebih banyak tersedia, tidak kalah canggih dan jauh lebih murah," ungkap Alfons.
Alfons pun menyebutkan solusi lain selain menggunakan sistem mainframe.
"Kalau pakai sistem non-mainframe seperti Hadoop lebih banyak ahlinya dan lebih murah secara cost. Spesialisnya lebih banyak dan ketergantungan terhadap vendor jauh lebih rendah," lanjutnya.
Spesifikasi Terlalu Tinggi
Tidak jauh berbeda dengan Alfons, pakar IT Ruby Alamsyah menyebut spesifikasi mainframe terlalu tinggi untuk kebutuhan BPRD DKI Jakarta.
Ruby menyebut, komputer mainframe bisa digunakan untuk sebuah sistem yang menangani transaksi kelas nasional bahkan internasional.
"Jadi kalau dilihat dari best practice yang ada, pengolahan data perpajakan untuk kelas daerah Jakarta bisa jadi sistem tersebut over spec," kata Ruby kepada KompasTekno.
Namun Ruby menyebut harus dipastikan kebutuhan dan perhitungan manfaat yang didapatkan dengan menggelontorkan anggaran Rp 128,9 miliar.
"Tapi mungkin saja pihak yang mendesain kebutuhan tersebut, memang merasa sangat besarnya pengolaan data yang dibutuhkan sehingga memilih mainframe z14 tersebut," lanjutnya.
Tanggapan BPRD Jakarta
Ketua BPRD DKI Jakarta, Faisal Syafruddin, mengatakan komputer mainfram akan digunakan untuk meneliti potensi semua jenis pajak daerah secara digital.
Menurutnya, BPRD DKI dapat mengetahui angka riil penerimaan pajak daerah yang harus masuk ke kas daerah setiap tahunnya dengan adanya komputer itu.
Tidak hanya itu, pengadaan komputer mainframe juga bertujuan untuk mencegah adanya kebocoran pajak daerah.
Dikatakannya, dengan sistem dalam komuputer manframe ini BPRD DKI akan dapat mengetahui angka nyata dari penerimaan pajak.
"Kami bisa melakukan manajemen risiko dalam rangka untuk menekan kebocoran pajak," ucap Faisal.
Penjelasan DPRD DKI Jakarta
DPRD DKI Jakarta menjelaskan pengadaan satu set komputer dengan perlengkapannya seharga Rp 128,9 miliar yang diusulkan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, pimpinan dan anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta menjelaskan rencana anggaran tersebut melalui konferensi pers di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Sebelumnya, anggaran tersebut dipertanyakan salah satu anggota Komisi C, Anthony Winza Probowo.
Akan tetapi, dalam konferensi tersebut Anthony yang merupakan satu-satunya anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak menghadiri konferensi pers tersebut.
Konferensi pers tersebut dihadiri 10 orang pimpinan dan anggota.
Mereka adalah Ketua Komisi C Habib Muhammad, Wakil Ketua Komisi C Rasyidi, Sekretaris Komisi Yusuf.
Sedangkan anggota Komisi C yang hadir adalah Gani Suwondo Lie, Esti Arimi Putri, Dimaz Raditya Soesatyo, S Andyka, Cinta Mega, Khoirudin, dan Bambang Kusumanto.
Keberadaan Anthony saat itu tidak diketahui.
Padahal, Anthony disebut telah mengetahui jadwal kegiatan hari ini.
"Kami tidak menghalangi, semua punya hak, anggota Dewan punya hak. Jadwal undangannya sudah ada, mau ada rapat hari, kemudian juga rapat tadi diskors tidak ada, kami press conference," ujar Andyka.
Klarifikasi
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Andyka mengungkapkan pihaknya harus melakukan klarifikasi anggaran tersebut.
"Kami sebagai bagian dari anggota Komisi C, bagian dari lembaga DPRD, perlu meluruskan dan menyampaikan hal ini," kata dia.
Andyka menyebut anggaran komputer Rp 128,9 miliar bukan hanya untuk membeli satu unit komputer.
Namun, termasuk server dan beberapa perangkat lunak lainnya.
Komputer itu diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Informasi yang beredar untuk membeli satu komputer seharga Rp 128,9 miliar, kami pastikan itu tidak benar," tutur Andyka.
Bukan Komputer Biasa
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta yang lain, Dimaz Raditya Soesatyo menuturkan, komputer yang diajukan BPRD Jakarta bukanlah komputer biasa.
"Ini MC, mainframe computer, biasanya dipakai untuk perbankan, pemerintah, dan juga institusi atau perusahaan yang mempunya data banyak, data tinggi," kata Dimaz.
Ia berujar secara fisik komputer tersebut memang besar.
"Itu bukan komputer biasa, itu segede ruangan, untuk yang ini mesin paling baru," ucapnya.
Anggaran Kecil
Sementara itu Bambang Kusumanto menyampaikan, anggaran tersebut sangat kecil.
Dibandingkan, dengan potensi pendapatan daerah yang bisa didapatkan dengan pengadaan seperangkat unit tersebut.
"Kalau kita bandingkan angkanya, taruhlah Rp 129 miliar dibandingkan dengan pajak sekarang saja yang Rp 52 triliun, itu cuma 0,2 persen. Ini untuk lima tahun ke depan," ujar Bambang.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/ Yudha Pratomo/Nursita Sari)