Paguyuban Tunarungu Katedral, Rayakan Natal Dengan Isyarat
Paturka merupakan salah satu komunitas disabilitas penyandang tunarungu yang ada dibawah naungan Gereja Katolik, salah satunya di Jakarta.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ada yang berbeda disalah satu sudut Gereja Katedral Jakarta saat perayaan Natal 2019, Rabu (25/12/2019).
Tidak hanya jemaat Katolik normal yang merayakan sukacita Natal, Paguyuban Tunarungu Katolik Katedral (Paturka) juga ikut bersukacita pada perayaan Natal di Katedral dengan isyarat.
"Mereka (Paturka) punya program disetiap minggu, biasanya pukul 10.30. Karena ini hari Natal dan tadi banyak tamu dari lintas agama, mereka misanya di jam 09.00 WIB," ujar Suster Maria BKK (Biarawati Karya Kesehatan) pembina Paturka.
Paturka merupakan salah satu komunitas disabilitas penyandang tunarungu yang ada dibawah naungan Gereja Katolik, salah satunya di Jakarta.
Baca: Natal Batak Bersatu Persembahkan Bantuan untuk Perjuangan Palestina
Baca: Persembahan yang Terkumpul Dalam Acara Natal Batak Bersatu 2019 Akan Didonasikan Untuk Palestina
Baca: Tradisi Boxing Day dari Inggris yang Dilakukan 26 Desember, Ini Inspirasi Kado untuk yang Terkasih
Paguyuban ini setiap minggunya selalu berkumpul untuk belajar bahasa isyarat dan mendapatkan siraman rohani dari para pemuka agama di Gereja.
"Jadi selesai Misa, mereka tidak pulang, mereka kumpul dulu untuk siraman rohani. Biasanya pendalaman iman, kemudian ada sharing, ada pembahasan sedikit masalah-masalah, kesalahan-kesalahan apa yang belum dipecahkan," lanjut Suster Maria.
Selain melakukan ibadah, diluar itu Paturka juga melakukan kegiatan sosial kepada sesamanya atau biasa mereka sebut kunjungan homecare.
Dalam kegiatan ini mereka melakukan kunjungan ke rumah sesama mereka yang membutuhkan, seperti kunjungan pada teman-teman yang sakit, melahirkan atau keadaan darurat.
"Misalnya ada salah satu dari mereka jatuh, karena mereka tidak mendengar ya, kadang kejeblos, ketabrak, mereka akan cepat-cepat kontak kami. Lalu kami kunjungi dan datangi. Perlu bagaimana langkahnya," ujar Suster Maria.
Suster Maria, selaku pembina juga masih terus belajar untuk membantu teman-teman di komunitas Paturka.
Suster yang dulunya mengurusi anak jalanan mengaku harus banyak belajar isyarat sejak dirinya ditugasi membantu dan terlibat dalam komunitas disabilitas tersebut.
"Saya sendiri terlibat dengan disabilitas baru saat saya tugas di Jakarta. Mulai tahun 2014 sampai sekarang. Sebelumnya saya di keuskupan Purwokerto, untuk justice and peace. Jadi sangat beda sekali. Dulu saat di keuskupan Semarang, saya mengurusi anak jalanan. Kurang lebih treatmentnya sama, tapi penanganannya berbeda terutama dalam bahasa isyarat, saya juga harus belajar," ujarnya
Menurutnya, untuk peduli terhadap saudara penyandang disabilitas tidak hanya lewat materi, tapi juga membutuhkan hati.
"Karena kalau memperhatikan tapi tidak punya hati ya tidak jadi. Jadi punya hati dan peduli. Jadi modalnya tidak hanya materi, tapi juga hati yang paling utama. Tidak ada uang, tidak apa-apa yang penting ada hati, Tuhan akan menggenapi. Seperti tema Natal tahun ini Semua Menjadi Sahabatku," tutupnya