Pengadaan Toa untuk Peringatan Dini Banjir Jakarta, Anies Baswedan: Keliling, Beri Tahu Warga
Kebijakan yang direncanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menuai polemik, terkait rencana penambahan pengeras suara atau toa.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan yang direncanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menuai polemik.
Polemik itu terkait rencana penambahan pengeras suara atau toa, yang akan digunakan Pemprov DKI sebagai sistem peringatan dini banjir.
Sebelumnya, Pemprov DKI dikabarkan menganggarkan dana hingga lebih dari Rp 4 miliar untuk membeli enam set pengeras suara.
Gubernur DKI Jakarta Anies menerangkan cara kerja pengeras suara yang rencananya akan dibagikan ke kelurahan.
Anies Baswedan mengaku dalam beberapa hari disibukkan dengan review SOP yang selama ini berlaku.
"Dan salah satu hal yang akan diterapkan baru adalah bila ada kabar, maka pemberitahuannya langsung ke warga," kata Anies Baswedan yang dikutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (17/1/2020).
Ia menegaskan, dengan adanya pengeras suara, informasi yang dibagikan ke masyarakat tidak melalui sebuah jenjang pemerintahan.
"Jadi Kelurahan (tidak) ke RW, ke RT. Tapi langsung ke masyarakat, berkeliling menggunakan toa," terang Anies Baswedan.
Penggunaan toa itu bertujuan untuk memberitahukan semua warga.
Menurut Anies, waktu banjir mengepung DKI Jakarta, informasi yang disampaikan tidak langsung sampai ke warga.
Informasi yang disampaikan juga melalui gawai, akibatnya banyak warga yang tidak mendapat informasi update soal bencana banjir yang terjadi di awal tahun 2020 ini.
Diketahui, DKI Jakarta saat ini sudah memiliki 15 alat pengeras suara yang berada di beberapa wilayah.
Penjelasan Kapudatin BPBD M Ridwan
Sebelumnya diberitakan, BPBD berencana membeli enam set perangkat pengeras suara canggih untuk
memperkuat sistem peringatan dini.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) M Ridwan menjelaskan, pengeras suara yang memiliki nama Disaster Warning System (DWS) nantinya akan tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
Ia mengatakan alat ini diperlukan agar informasi dapat tersampaikan ke warga dengan baik.
"Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga," ujar Ridwan saat dikonfirmasi, Rabu (15/1/2020).
Ridwan mengatakan alat-alat tersebut nantinya akan dipasang di daerah-daerah rawan banjir.
"Nantinya akan dipasang di Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan," katanya.
Pengeras suara atau toa tersebut nantinya akan menggunakan dana sebesar Rp 4 miliar yang berasal dari APBD 2020.
William Aditya Sarana Buka Suara
Sementara itu, politisi PSI lain yang juga anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana meminta Pemprov untuk mengaktifkan kembali aplikasi Pantau Banjir.
William mengatakan hal tersebut lebih baik ketimbang melakukan pembelian Disaster Warning System (DWS).
Ia menilai, langkah yang dilakukan Pemprov DKI mengalami kemunduran dalam mencegah dan menanggulangi masalah banjir.
"Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern," ujar William.
"Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah," imbuhnya.
Ia menuturkan, pada versi terbaru aplikasi tersebut, sudah tak ada lagi fitur Siaga Banjir.
Padahal, fitur tersebut berguna untuk memberikan informasi mengenai kondisi pintu air.
"Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah," kata dia.
Pada versi terbarunya, pengguna hanya dapat melihat ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.
William mengatakan, aplikasi ini lebih efektif digunakan, mengingat mayoritas warga Jakarta sudah melek teknologi.
"Hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah smartphone."
"Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya," kata William.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)