Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keluh Kesah Sopir Taksi di Tengah Wabah Corona di Jakarta: Pendapatan Turun Hingga 75 Persen

Keluh kesah sopir taksi dan taksi daring di tengah pandemi virus corona yang sedang dihadapi warga Jakarta

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Keluh Kesah Sopir Taksi di Tengah Wabah Corona di Jakarta: Pendapatan Turun Hingga 75 Persen
Shutterstock
Ilustrasi taksi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini masih memberlakukan jaga jarak, bekerja dan belajar di rumah bagi warganya dalam menekan sebaran virus corona atau Covid-19.

Namun tidak semua warga, DKI Jakarta khususnya, yang bisa bekerja di rumah.

Baca: Pemerintah Sebut Keringanan Kredit Lebih Diutamakan kepada Masyarakat Positif Virus Corona

Ada profesi tertentu yang mengharuskan dia bekerja di luar. 

Tidak hanya dokter atau jurnalis, sopir taksi juga mau tidak mau tetap bekerja di luar rumah.  

Tanpa keluar rumah, barangkali kebutuhan anak dan istri mereka sehari-hari tak bisa tercukupi.

Di depan Mercure Hotel, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sejumlah taksi Blue Bird terparkir.

Berita Rekomendasi

Ada sopir yang tertidur di dalam mobil, ada yang membeli minuman hangat murah meriah yang dijajakan pedagang keliling.

Ada juga yang tengah berbincang dengan rekan-rekannya di tepi trotoar.

Di dekat tempat pool taksi itu, para sopir ojek dalam jaringan (daring) pun juga tengah menepikan motornya.

Mereka memilih berkumpul sembari sesekali melirik orderan masuk lewat ponselnya.

Ramainya sopir taksi dan ojek berkumpul, tak dibarengi dengan banyaknya penumpang alias sepi.

Jejen Zunaidi (48) sudah 14 tahun menjadi sopir taksi.

Ia mengaku pendapatannya merosot drastis semenjak wabah corona yang membuat warga Ibukota geger.

Sudah dua hari, ia baru mendapatkan satu penumpang saja.

Sembari menyeruput teh panas dari gelas plastik, ia mengatakan pendapatannya turun hingga 75 persen.

"Sebelum ada corona, minimal ngantongin Rp 75 ribu sehari," keluh Jejen kepada TribunJakarta.com pada Senin (30/3/2020).

Tapi situasi terbalik ketika pandemi Covid-19 mampir ke Indonesia.

"Sekarang, seharian belum tentu dapat (penumpang)."

"Asli, emang bener-bener sunyi bukan sepi lagi di jalan sekarang," imbuh dia. 

Bila karantina wilayah diberlakukan pemerintah, Jejen tak masalah.

Asalkan, ia mendapatkan bantuan dari pemerintah.

"Kalau saya berharap pemerintah memberikan bantuan sembako kepada kita."

"Selain itu urusan cicilan mohon tegas untuk ditangguhkan," ungkap pria yang masih mencicil motor tersebut.

"Saya tuh udah jadi ODR, Orang Dalam Risiko," aku dia. 

Sopir Taksi Blue Bird, Rifaat, berdiri di samping mobilnya saat ditemui TribunJakarta.com di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Senin (30/3/2020).
Sopir Taksi Blue Bird, Rifaat, berdiri di samping mobilnya saat ditemui TribunJakarta.com di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Senin (30/3/2020). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

Jejen mengaku terpaksa keluar di tengah wabah virus yang belakangan membuat gelisah warga dunia.

Kalau bukan soal perut, dia tak bakal terpaksa bergelut di jalanan berdebu.

"Saya tuh udah jadi ODR, Orang Dalam Risiko," aku dia. 

Tapi kan kembali lagi ke kita, terpaksa keluar karena memang buat penghasilan," sambungnya.

Batal Transfer Uang ke Nenek

Kisah Rifaat (31) lain cerita.

Meski belum berkeluarga, pemuda asal Majene, Sulawesi Barat, ini punya kewajiban yang harus ditunaikan setiap bulan.

Meski belum setahun bekerja sebagai sopir taksi, Rifaat sudah dihadapkan dengan pengalaman getir menjadi sopir.

Ia harus menunda mengirim uang untuk kebutuhan hidup neneknya di kampung lantaran wabah tersebut.

"Orangtua sudah enggak ada (wafat). Penghasilan saya buat nenek di kampung," ucap Rifaat.

"Tiap bulan pasti ngirim. Tapi bulan ini enggak bisa karena situasinya begini," beber mantan sopir perusahaan itu.

Sejak subuh sampai tengah hari tadi, Rifaat belum mendapatkan penumpang.

Sampai pinjam uang demi sambung hidup

Sopir Taksi, Yadi Arianto di dalam mobil pada Senin (30/3/2020).Sopir Taksi, Yadi Arianto di dalam mobil pada Senin (30/3/2020). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

Dampak wabah corona, juga dirasakan oleh Yadi Arianto (50).

Pria yang sudah bekerja selama 12 tahun jadi sopir taksi itu harus bisa mencari siasat agar kebutuhan hidup keluarhanya terpenuhi.

Yadi pun tak ada pilihan selain meminjam kepada saudaranya yang dirasa mampu.

"Terus terang, istri saya enggak kerja," ucap Yadi.

"Minta pinjeman dari saudara yang lebih mampu."

"Kalau enggak dapur enggak ngebul," beber pria dengan dua anak tersebut.

Ia masih memiliki beban tanggungan kepada anaknya yang bungsu lantaran masih duduk di bangku SMA kelas Tiga.

Sementara anak sulungnya telah berkeluarga.

Yadi berharap bantuan langsung tunai (BLT) untuk warga kecil dapat direalisasikan pemerintah.

"Kalau memang ada BLT saya enggak perlu berkeliaran di jalan."

"Saya keluar rumah ini karena terpaksa," ujar pria asli Cimanggis, Depok itu.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Kisah Pilu Para Sopir Taksi: Masih Berjuang Cari Nafkah Ditengah Wabah Corona

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas