Pengeloka Taman Safari Kesulitan Memenuhi Kebutuhan Pakan Hewan, Satwa pun Dipaksa Puasa
Akibat ditutupnya kunjungan wisatawan sejak wabah Covid-19 melanda, pengelola TSI pun kini mulai kesulitan memenuhi kebutuhan pakan hewan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Hampir dua bulan lamanya taman margasatwa dan konservasi Taman Safari Indonesia (TSI) di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sepi.
Biasanya, kebun binatang seluas 168 hektar yang terletak di lereng Gunung Gede Pangrango itu selalu ramai pengunjung.
Bahkan, setiap akhir pekan kendaraan pengunjung selalu mengular hingga membuat Jalan Raya Puncak macet.
Namun kini kondisinya berbalik 180 derajat.
Kebun binatang yang pertama kali dibuka pada tahun 1980 itu sepi dari pengunjung.
Bahkan sama sekali tak ada pengujung yang datang pasca dilakukannya penutupan sementara akibat pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) di Indonesia.
Pengumuman bertuliskan “Taman Safari Indonesia Tutup Sementara” terpasang di depan pos keamanan yang berjarak 20 meter sebelum Gerbang Gading, ikon Taman Safari Cisarua.
Tanda peringatan bertuliskan “Selain Karyawan Dilarang Masuk” dan “Area Wajib Menggunakan Masker” juga dipasang.
Petugas keamanan dengan ketat selalu memeriksa tamu yang akan masuk dengan protokol kesehatan.
Suhu tubuh dicek, tamu wajib mengenakan masker, dan harus cuci tangan terlebih dahulu atau menggunakan hand sanitizer.
Akibat ditutupnya kunjungan wisatawan sejak wabah Covid-19 melanda, pengelola TSI pun kini mulai kesulitan memenuhi kebutuhan pakan hewan.
Baca: Miliki Kasus Corona Tertinggi di Dunia, Ini 4 Poin Kelemahan Penanganan Covid-19 di AS
Humas TSI Cisarua, Yulius H. Suprihardo mangakui jika kondisi satwa di TSI kini saat ini berat.
Pasalnya lembaga konservasi satwa sekaligus taman rekreasi itu sudah tidak ada pemasukan lagi sejak penutupan menyusul pandemi Covid-19.
"Jujur saja saat ini mengalami kesulitan. Tidak ada pemasukan dari pengunjung, sementara ada banyak satwa yang tetap harus kita rawat," ujarnya kepada TribunnewsBogor.com, beberapa waktu lalu.
Akibat ditutup, tentu tidak ada pendapatan bagi pengelola untuk menambah biaya perawatan dan memenuhi kebutuhan pakan satwa setiap harinya.
Alhasil, pihak TSI Bogor hanya bisa mengandalkan tabungan yang semakin hari semakin menipis.
Untuk menyiasatinya, jika biasanya pakan satwa karnivora di TSI Bogor menggunakan daging rusa import, kini diganti daging ayam lokal saja.
Sementara untuk jadwal makan, digilir sehari makan sehari berpuasa.
Yulius mengakui kebutuhan satwa pemakan daging ini cukup berat mengingat jumlah mereka juga tidak sedikit.
Apalagi porsi makan golongan kucing besar yang banyak, bisa mencapai 5 kilogram daging per ekor.
Baca: Penerapan PSSB Buat Masyarakat Stres? Reza Indragiri Paparkan Soal Pandemi Psikis
"Kalau mereka di alam liar kan juga begitu ya kalau tidak salah. Misal hari ini dapat buruan, lalu besoknya tidak dapat, mereka berpuasa," tutur Yulius.
Sedangkan untuk satwa herbivora atau pemakan tumbuhan, pengelola TSI melakukan penanaman berbagai jenis sayuran secara mandiri sebagai kebutuhan pangan para satwa.
Walau demikian, kata Yulius, para pengelola TSI Bogor tetap berkomitmen memberi pakan, merawat dan menjaga satwa-satwa koleksi yang pada dasarnya merupakan satwa yang dilindungi.
Rumahkan Karyawan
Tak hanya memaksa hewan berpuasa, pengelola TSI juga terpaksa merumahkan sementara sebagian karyawannya hingga kondisi kembali stabil dari wabah virus corona.
"Karyawan honorer yang dirumahkan," kata Yulius.
Namun ia menegaskan, hingga saat ini mereka yang dirumahkan masih berstatus karyawan. Sehingga tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan pihak TSI Bogor.
Baca: Nantikan Kehamilan 7 Tahun, Zainab Kehilangan Bayinya Setelah 4 Jam karena Ada Pembantaian Masal
"Artinya, para honorer tersebut akan dipekerjakan lagi jika situasi dan kondisi telah kembali normal," ujar Yulius.
Opsi merumahkan karyawan ini, lanjut dia, guna menekan pengeluaran terhadap gaji karyawan yang kemudian dialihkan untuk perawatan dan pakan satwa.
Mengingat, meski TSI Bogor tidak menerima kunjungan wisatawan sementara waktu imbas dari wabah virus Corona ini, namun pihaknya tetap memperhatikan kelangsungan hidup satwa.
Tidak hanya itu, sebagian karyawan lain tetap bekerja, hanya saja dipangkas waktunya menjadi 14 hari saja dalam sebulan.
Bahkan, jika wabah corona ini ternyata berlangsung dalam waktu lama, pihak TSI Bogor berencana untuk mempekerjakan 6 hari saja dalam
satu bulan.
"Artinya kan jika 14 hari karyawan bekerja, jadi hanya digaji untuk kerja 14 hari itu saja kan. Ini untuk menekan pengeluaran supaya bisa dialokasikan untuk perawatan satwa," jelas Yulius.
Berdiri sebagai lembaga swasta yang mana segala pengeluaran ditanggung pesero, TSI Bogor diakui hanya bisa bertahan sesuai dengan kemampuan keuangan yang dikelola managemen.
Yulius khawatir jika pandemi berlangsung lama, banyak satwa yang akan terbengkalai pakannya.
Baca: Warga Beraktivitas Kerja Mulai Meningkat, Polisi Imbau Perusahaan Patuhi Aturan PSBB
Kondisi ini yang membuat pihak TSI melalui Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) mengirim surat kepada Kementerian Keuangan meminta keringanan pajak.
Selain itu, pihaknya juga membuka donasi melalui rekening yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan makanan dan perawatan kesejahteraan para satwa.
Ada sebanyak 2.600 satwa dari 270 spesies dirawat di TSI Bogor, mulai dari satwa terbesar Gajah Sumatera hingga marsupial terkecil Sugar Glider.(tribun bogor/tsa/dod)