Daripada Emosi Karena Corona, Slamet Pilih Mencari "Harta Karun" di Bantar Gebang
Mereka harus mencari utang sana sini baik ke bos pengepul, warung hingga rentenir demi bisa bertahan hidup.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Di saat pandemi corona, kehidupan pemulung di Bantar Gebang, Bekasi, semakin sulit.
Mereka harus mencari utang sana sini baik ke bos pengepul, warung hingga rentenir demi bisa bertahan hidup.
Hal ini dialami oleh Slamet, pemulung Bantar Gebang Bekasi yang sudah 20 tahun hidup dari mengumpulkan sampah plastik.
Slamet terpaksa "ngutang" sana sini demi menutupi pengeluarannya untuk makan dan membayar kontrakan plus listrik Rp 400 ribu per bulan.
"Karena penghasilan turun sampai 50 persen, per hari cuma dapat uang Rp 40 ribu. Siasatinnya ya gali lobang tutup lobang. Ngutang, pinjam sana sini. Untungnya sih semua saling ngerti," kata Slamet akhir pekan kemarin di Bantar Gebang, Bekasi.
-
Baca: Menikah Sebanyak 24 Kali, Vicky Prasetyo Akui Punya 623 Mantan Kekasih, Nikita Mirzani Singgung Ini
"Memang saat ini lagi ramai corona, takut juga kalau denger berita di televisi dan radio. Cuma kami kan tidak bisa kerja dari rumah seperti yang lain," ungkap Slamet lagi.
Slamet melanjutkan dari pada dirinya emosi mendengar berita corona dan bertanya-tanya sampai kapan wabah tersebut berakhir.
Lebih baik ia ke luar rumah, mendaki gunungan sampah di Bantar Gebang diantara ekskavator yang terus menyerok dan menumpahkan sampah.
Sampah-sampah plastik layaknya harta karun berharga yang harus dipungut lalu dimasukkan ke dalam keranjang sampah yang dipikulnya.
Tidak sembarangan sampah plastik bisa laku dijual, hanya sampah tertentu yang kondisinya baik yang masih laku dijual.
"Dari pada emosi di rumah karena corona, mending kerja mulung sampah. Diam di rumah malah gak ada penghasilan, jadi mending tetap mulung. Nanti juga lupa kalau lagi kesel sama corona," tambah Slamet.