Kisah Pemulung Rela Tak Mudik: Sempat Ditawari Pulang Kampung, Ongkosnya di Atas Rp 500 Ribu
Slamet mengatakan ada beberapa pihak yang menawarkan jasa pulang kampung hanya sampai Semarang, namun ongkosnya naik berkali-kali lipat.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Slamet, seorang pemulung pendatang di Bantar Gebang, Bekasi tahun ini tidak mudik ke kampung halamannya di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Sudah patuh dilarang pulang kampung, pembagian bantuan dari pemerintah pusat dan daerah juga tidak merata pada ribuan pemulung yang mencari makan dari gunungan sampah Bantar Gebang.
"Tahun ini saya tidak pulang, ngikutin pemerintah. Kan katanya dilarang mudik," kata Slamet saat ditemui akhir pekan kemarin di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
Slamet mengaku dirinya sudah memberi kabar keluarga di kampung halaman soal kondisinya yang tengah sulit dan larangan pulang kampung dari pemerintah.
Padahal selama 20 tahun bekerja sebagai pemulung di Bantar Gebang, baru kali ini Slamet tidak pulang kampung.
Biasanya setiap Lebaran, Slamet selalu merayakan bersama keluarga besarnya di Ungaran.
Baca: Jokowi Ucapkan Duka Cita atas Meninggalnya Perawat yang Hamil 4 Bulan dan Terinfeksi Covid-19
"Baru tahun ini saya tidak pulang, biasanya tiap tahun selalu pulang naik bus ke Ungaran. Yah dijalani saja," ucap Slamet.
Slamet mengatakan ada beberapa pihak yang menawarkan jasa pulang kampung hanya sampai Semarang, namun ongkosnya naik berkali-kali lipat.
Karena keberatan dengan ongkos yang harganya diatas Rp 500 ribu, Slamet memilih tidak pulang kampung.
Selain itu dia juga takut jika nantinya ketahuan oleh polisi.
"Kalaupun nekat pulang, ongkosnya itu loh, berkali-kali lipat. Belum lagi kalau ketahuan seperti di berita-berita, malah disuruh pulang. Kan takut, ya mending jangan pulang kampung," tuturnya.
Baca: Pasar Tanah Abang Dipadati Warga di Tengah PSBB, Satpol PP Sampai Kewalahan Tertibkan Pedagang
Dari pada memikirkan masa pandemi virus corona, Slamet lebih memilih bekerja mengais sampah daur ulang di Bantar Gebang.
Bahaya virus corona bagi kesehatan dikesampingkan oleh Slamet.
Sehari-harinya dia tetap memulung demi bertahan hidup dan untuk membayar hutang.
'Mau corona juga, saya tetap kerja. Pakai masker kan, kalau mulung sudah pasti pakai masker. Paling selesai mulung cuci tangan. Gak terlalu khawatir, tiap hari sudah pegangannya sampah. Terbiasa sama baunya, panas dari atas kena matahari ditambah panas dari dalam gunungan sampah," imbuhnya.