Bunuh Diri Dengan Kabel Terikat, Tulang Belakang Leher Francois Alami Retak
Diagnosa dari dokter yang merawat itu jelas dari hasil rontgen ada retakan pada tulang belakang di leher yang menyebabkan sumsumnya itu kena jerat
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bidang Kesehatan dan Kedokteran (Kabid Dokes) Polda Metro Jaya Kombes Pol Umar Shahab menyebut hasil diagnosa dokter terkait penyebab kematian warga negara Perancis Francois Abello Camille (65) di dalam sel memang ditemukan tulang leher yang mengalami retak.
"Diagnosa dari dokter yang merawat itu jelas dari hasil rontgen ada retakan pada tulang belakang di leher yang menyebabkan sumsumnya itu kena jerat sehingga menyebabkan suplai oksigen ke otak dan organ-organ yang penting itu berkurang. Itu yang menyebabkannya (meninggal dunia)," kata Umar di Polda Metro Jaya, Senin (13/7/2020).
Namun demikian, pihaknya belum melakukan otopsi terhadap jenazah Francois. Hingga saat ini, belum ada permintaan dari Kedubes Perancis untuk menggelar otopsi.
"Kalau untuk hasil autopsi belum kita laksanakan karena belum ada permintaan untuk dilakukan autopsi," pungkasnya.
Baca: Bunuh Diri di Dalam Sel, Polri Pastikan Telah Tangani WNA Perancis Pelaku Pencabulan Sesuai SOP
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus mengatakan pihak kepolisian masih tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus yang menjerat Francois. Terutama untuk melacak korban lain yang pernah menjadi korban pelaku.
Nantinya, korban tersebut akan mendapatkan fasilitas trauma healing yang disediakan Kemensos dan PPA.
"Kami akan terus berupaya untuk bisa mengidentifikasi korban-korban. Karena ini korban-korban warga kita, anak anak kita semuanya," jelasnya.
"Tetapi memang, terkendala mengindentifikasi si korban-korban yang lain. Memang ada gambarnya, kalau kita sudah punya e-KTP kita bisa, sudah ada alat polisi face recognation. Anak ini semua di bawah umur yang belum memiliki e-KTP, makanya kita pelan-pelan," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, warga negara Prancis, FAC alias Francois Abello Camille (65) yang merupakan tersangka kasus pencabulan 305 anak di bawah umur bunuh diri di dalam sel Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, Senin (13/7/2020).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus mengatakan pelaku bunuh diri menggunakan kabel yang berada di sekitar sel tahanannya pada Kamis (13/7/2020). Kabel tersebut dililitkan ke lehernya hingga posisi tubuhnya hampir menggantung.
"Pada Kamis malam, saat petugas jaga di tahanan melakukan patroli di masing-masing sel tahanan. FAC ditemukan dalam kondisi leher terikat kabel, tapi tidak tergantung dia memanfaatkan berat tubuhnya. Dia berupaya untuk melakukan percobaan bunuh diri," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/7/2020).
Saat ditemukan polisi, Yusri menuturkan korban dalam kondisi lemas dan belum meninggal dunia. Ia sempat dievakuasi ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan selama tiga hari.
"Dirawat 3 hari pukul 20.00 tadi malam, dia meninggal dunia. Kami melakukan pemeriksaan terhadap petugas jaga. Kemudian melakukan rekonstruksi di TKP untuk mengetahui jalannya peristiwa tersebut," jelasnya.
Di sisi lain, ia juga menjabarkan Francois bisa mendapatkan kabel di dalam sel. Pelaku, kata dia, mencoba meraih kabel yang berada di ujung sel.
Karena badannya yang terbilang tinggi, pelaku bisa meraihnya hingga bisa melakukan bunuh diri di dalam sel.
"Setelah dilakukan rekonstruksi diketahui memang betul bahwa memang kabel itu sangat tinggi tidak mungkin bisa digapai, kabel itu adanya di ujung (atas) dalam sel tahanan khusunya. Kemudian dia naik ke atas dengan ketinggiannya dia meloncat menarik kabel tersebut itu, kemudian itu yang dililitkan," jelasnya.
Sebagai informasi, warga negara Prancis, FAC alias Francois Abello Camille (65) menjadi tersangka terkait kasus pencabulan terhadap ratusan anak.
Ia berhasil diamankan oleh Subdit 5 Renakta Dit Reskrimum Polda Metro Jaya.
Kala itu Frans tengah berada di sebuah hotel di daerah Taman Sari, Jakarta Barat belum lama ini.
Berdasarkan penelusuran pihak kepolisian, sebanyak 305 anak di bawah umur menjadi korban.
Frans menjalankan aksinya dengan modus ingin menjadikan anak-anak tersebut sebagai model foto. Frans selalu menyewa sebuah kamar hotel yang ia sulap seperti studio foto.
Ia juga membawa sebuah kamera profesional agar nampak seperti fotografer sungguhan. Frans baru melancarkan aksi cabulnya setelah sesi pemotretan selesai.
Frans juga memasang kamera yang tersembunyi. Fungsi dari kamera itu adalah untuk merekam aksi cabulnya pada setiap korban.
Namun diketahui pula ia melakukan kekerasan seperti menendang apabila sang korban menolak disetubuhi.
Saat diamankan, ditemukan sejumlah barang bukti seperti laptop, 6 kartu memori, dan 6 kamera. Kemudian juga ada 20 alat kontrasepsi hingga 2 vibrator.