Anies Tarik Rem Darurat, Tenaga Ahli KSP Ingatkan Soal Ekonomi, Kemenkes: Silahkan Lanjutkan
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memutuskan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal wabah Covid-19.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memutuskan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal wabah Covid-19.
Hal ini sebagai langkah rem darurat terkait penanggulangan pandemi Covid-19 di Jakarta.
Anies mengatakan, bahwa situasi wabah Covid di Jakarta saat ini dalam konsisi darurat.
Hal ini berdasarkan kasus aktif positif Covid-19, angka kematian, dan keterpakaian tempat tidur isolasi serta ICU khusus Covid-19.
Terkait dengan hal itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Tenaga Ahli KSP memberikan tanggapannya.
Kemenkes
Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Busroni mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak perlu meminta izin lagi kepada Kemenkes perihal rencana PSBB.
Sebab, izin untuk melaksanakan PSBB yang sebelumnya diterbitkan oleh Kemenkes pada 7 April 2020 belum dicabut.
"Berdasarkan Surat Keputusan yang lalu, yang diterbitkan oleh Kemenkes, PSBB belum dicabut."
"Sehingga tak perlu lagi izin ke Kemenkes," kata Busroni ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (10/9/2020).
"Kan kalau tidak dicabut masih berlaku, sehingga bisa dilaksanakan, dilanjutkan. Silahkan Pak Anies memaknai bagaimana pelaksanaan PSBB," tambahnya.
Baca: PSBB Ketat Lagi di Jakarta, Yunarto Wijaya Minta Anies Tarik Rem Darurat Tak Hanya Depan Media
Baca: Jakarta Kembali PSBB, Rapat DPR Hanya Boleh Dihadiri 20 Persen dan Waktunya Dibatasi
Menurut Busroni, sebagai kepala daerah, Anies punya kewenangan untuk menentukan apakah PSBB akan dilakukan secara total atau secara transisi.
Ia mengibaratkan, izin pemberlakuan PSBB sebagai pisau yang akan digunakan sebagaimana kebutuhan.
Jika kondisinya masih belum memungkinkan, tentu masih tetap perlu dilakukan PSBB.
"Sebaliknya, jika kondisinya sudah baik, tentu tak perlu menggunakan pisau itu."
"Dalam hal ini gubernur, bupati, wali kota yang memahami kondisi di lapangan," ujarnya.
Tenaga Ahli KSP
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Donny Gahral Adian mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus menemukan keseimbangan antara gas dan rem selama pandemi Covid-19.
Asalkan, pada saat menarik tuas rem dengan menerapkan kembali PSBB, agar jangan sampai berdampak negatif pada ekonomi.
"Tentu saja keseimbangan itu harus ditemukan, rem pun jangan sampai berdampak pada ekonomi," kata Donny kepada Kompas.com.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tiap kepala daerah memang dapat mengambil tindakan sesuai dengan data dan fakta yang ada di lapangan.
Namun, ia menegaskan, bahwa Jokowi juga berulang kali menekankan pentingnya keseimbangan antara penanganan pandemi di sektor kesehatan dan ekonomi.
"Jadi remnya harus pas," ujar Donny.
Pertimbangan Anies Tarik Rem Darurat
1. Peningkatan kasus aktif positif Covid-19
Dilansir Kompas.com, dalam paparannya, Anies menyampaikan, kasus positif Covid-19 di Jakarta terus mengalami peningkatan.
Lonjakan penambahan kasus aktif mulai terlihat sejak Juni hingga September 2020.
Kasus aktif adalah orang yang dinyatakan positif Covid-19 serta masih menjalani isolasi dan perawatan, belum dinyatakan sembuh.
Pada 30 April 2020, tercatat 3.345 kasus aktif Covid-19 di Jakarta, sedangkan, pada 11 September 2020, jumlah kasus aktif meningkat hampir 4 kali lipat yakni 11.245 kasus.
Anies mengatakan, peningkatan kasus aktif menjadi perhatian Pemprov DKI karena berkaitan dengan ketersedian tempat tidur rawat inap di rumah sakit.
Baca: Grab Tunggu Surat Keterangan Resmi dari Pemerintah soal Kebijakan PSBB Total di Jakarta
Kendati demikian, Anies menegaskan Pemprov DKI terus berupaya menekan angka penyebaran Covid-19 dengan melakukan tes PCR secara masif.
Dalam sepekan terakhir, Pemprov DKI telah melakukan tes PCR pada 59.146 orang dengan positivity rate 12,2 persen.
Jumlah orang yang dites PCR itu disebut lebih tinggi lima kali lipat dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 10.645 dalam sepekan.
2. Angka kematian meningkat
Melansir ppid.jakarta.go.id, Anies menjelaskan, 1.347 orang telah wafat akibat Covid-19 di DKI Jakarta.
Tingkat kematian Covid-19 Jakarta di angka 2,7 persen dan lebih rendah dari tingkat kematian nasional di angka 4,1 persen.
Bahkan, lebih rendah dari tingkat kematian global di angka 3,3 persen.
Kendati demikian, Anies menuturkan jumlah angka kematian terus bertambah dan disertai dengan peningkatan angka pemakaman dengan protap Covid-19.
Artinya, semakin banyak kasus probable meninggal yang harus dimakamkan dengan protap COVID sebelum sempat keluar hasil positif.
3. Kapasitas keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU
Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di Jakarta juga berdampak pada ketersediaan tempat tidur isolasi dan ruang ICU bagi pasien Covid-19.
Anies juga menjelaskan dari 4.053 tempat tidur isolasi yang tersedia khusus untuk pasien dengan gejala sedang (menengah), 77 persen di antaranya sudah terpakai.
Perlu diketahui, jumlah 4.053 tempat tidur tersebut merupakan jumlah aktual.
Pada data sebelumnya, terdapat 4.456 tempat tidur isolasi khusus Covid-19, namun terdapat beberapa RS yang tidak bisa mencapai kapasitas maksimal lantaran terkendala jumlah tenaga kesehatan setelah terinfeksi Covid-19.
Baca: 6 Aturan Selama Masa PSBB Ketat di Jakarta: Makan Wajib Dibungkus, Tempat Hiburan Ditutup
Ada pula beberapa Rumah Sakit (RS) yang mengalihkan sebagian tempat tidurnya untuk non-Covid-19 karena sudah lama tertunda pelayanannya.
Sebagian RS juga mengalihkan isolasi menjadi ICU karena banyaknya pasien yang membutuhkan ICU.
Dengan bertambah ICU yang mana jarak tempat tidurnya juga lebih lebar, maka ikut menurunkan jumlah tempat tidur.
Kemudian, berdasarkan proyeksi perhitungan yang telah disusun secara ilmiah, tempat isolasi itu tidak akan mampu menampung pasien Covid-19 per 17 September 2020.
Gubernur Anies juga menyebut meskipun kapasitas ruang isolasi khusus Covid-19 ditingkatkan sebanyak 20 persen menjadi 4.807 tempat tidur, maka seluruh tempat tidur itu akan penuh di sekitar tanggal 6 Oktober 2020.
Selanjutnya, Anies menyampaikan kapasitas maksimal ruang ICU khusus COVID-19 di DKI Jakarta saat ini sebanyak 528 tempat tidur.
Jumlah yang besar tersebut saat ini telah terisi 83 persen dan akan penuh pada tanggal 15 September dengan tingkat penularan wabah seperti sekarang.
Baca: Jakarta Kembali PSBB Ketat Mulai 14 September, Berikut 11 Sektor Usaha yang Tetap Boleh Beroperasi
Pemprov DKI Jakarta sedang berusaha menaikkan kapasitas ICU dilakukan hingga mencapai 636 tempat tidur.
Namun, tanpa usaha pembatasan lebih ketat, maka ICU khusus Covid-19 di Jakarta sesudah dinaikkan kapasitasnya pun bisa penuh pada tanggal 25 September.
"Ingat, menaikkan tempat tidur itu bukan sekadar menyediakan tempat tidurnya, tapi memastikan ada dokter dan perawatnya, ada alat pengamannya, ada alat-alatnya, dan ada obatnya."
"Dengan usaha peningkatan kapasitas jangka pendek, tapi tidak disertai dengan pembatasan ketat, maka kita hanya mengulur waktu kurang dari sebulan saja sebelum rumah sakit kembali penuh," tegas Anies masih dikutip dari laman ppid.jakarta.go.id.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny/Ihsanuddin/Rindi Nuris Velarosdela)