Soal Isu Kenaikan Gaji Anggota DPRD DKI Jakarta, PSI Dinilai 'Maju Selangkah'
PSI dinilai sukses melakukan disrupsi dari cara-cara berpolitik lama di DPRD DKI Jakarta. Hal ini terkait penolakan atas rencana kenaikan gaji DPRD.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai sukses melakukan disrupsi dari cara-cara berpolitik lama di DPRD DKI Jakarta.
Ini terkait penolakan PSI atas rencana kenaikan gaji dan tunjangan DPRD DKI 2021.
"Kita maju selangkah. Demokrasi kita sejauh ini lebih banyak aspek procedural-nya. Dalam isu kenaikan gaji dan tunjangan DPRD ini, PSI telah membawa ke dimensi substansial. Dalam pengertian, kita bicara soal perlindungan hak-hak warga negara dan kewajiban pemerintah," kata Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, diskusi daring yang digelar Koalisi Jakarta, Sabtu (5/12/2020).
Masuk ke ranah substansial karena langkah PSI ini direspons banyak warga yang membuat petisi, pernyataan bersama untuk menolak, atau menggelar diskusi publik.
Philips menyatakan situasi ini semacam menaikkan level of the game bahwa partisipasi tidak berhenti di hari pencoblosan.
Baca juga: Usulan Kenaikan RKT DPRD DKI Disorot, Rp 888 Juta untuk Kegiatan Wakil Rakyat Dianggap Tak Etis
"Bergeser dari hal-hal prosedural ke hal-hal substansial. Di sisi lain, para politisi gaya lama selalu menganggap partisipasi hanya terjadi di hari pencoblosan," ujarnya.
"Mungkin ada banyak politisi yang berparadigma lama terkejut, tidak menyangka partisipasi publik berlanjut setelah hari pemilihan (pemilu). Ini menurut saya tren baik yang harus diteruskan," lanjut Philips.
Philips menyatakan, masa bagi politik lama yang tidak transparan, yang korup, akan segera lewat kalau mereka tidak ikut gelombang baru yang dihembuskan anak muda.
Sementara itu, novelis Ayu Utami menyatakan, dirinya sebenarnya sudah tak terlalu berminat dengan hal-hal politik.
Tapi, rencana kenaikan gaji dan tunjangan DPRD DKI Jakarta membuatnya memutuskan untuk ikut dalam pernyataan para tokoh yang menolak.
Baca juga: Penyalahgunaan Wewenang, Ini 6 Alasan Usul Kenaikan Tunjangan DPRD DKI Jakarta 2021 Harus Ditolak
"Soal rencana kenaikan gaji dan tunjangan ini keterlaluan. Kita baca di media massa. Rp 700 juta per bulan itu fantastis. Sangat tidak masuk akal. Ini melecehkan penderitaan kita bersama," kata Ayu pada diskusi yang sama.
Ayu memaparkan, di banyak perusahaan, keuntungan berkurang. Mereka berusaha setengah mati tak memecat karyawan. Indonesia sedang memasuki masa resesi.
"Tapi kok ada wakil rakyat, punya hak merancang anggaran, justru menggunakannya untuk memperkaya diri sendiri. Ini kan kurang ajar. Ini gak benar. Ini perampokan oleh mereka yang mempunyai hak membuat anggaran. Ini mengkhianati kepercayaan publik. Karena itu, saya merasa harus bicara," lanjut Ayu.
Pada acara yang sama, Ketua DPP PSI, Tsamara Amany menegaskan sejak awal PSI menolak rencana kenaikan ini. Sikap PSI terlihat di sikap fraksi.
"Pada sidang paripurna penyampaian pandangan umum fraksi, PSI jelas mengatakan apakah pantas di saat pandemi seperti ini jika gaji dan tunjangan anggota DPRD, naik dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 8,3 miliar per tahun per anggota. Jadi sikap itu jelas terlihat dalam pandangan umum fraksi dan bisa dicek dalam sidang paripurna," kata Tsamara.
Baca juga: Fakta-fakta Anggota DPRD DKI Minta Gaji Rp 698,6 Juta per Bulan, Warga Bilang Luar Biasa
Ia melanjutkan, PSI selalu serius mengawal pembahasan anggaran.
Bukan hanya di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia. Bahkan PSI melarang anggota legislatifnya untuk melakukan kunjungan kerja saat dewan sedang membahas anggaran.
Karena menyadari betapa penting uang rakyat untuk dijaga.
"Kalau dibilang pencitraan, biarin aja. Yang pasti, kami bekerja untuk menjamin tidak ada penghamburan uang rakyat untuk kepentingan diri sendiri," kata mahasiswi S2 New York University tersebut.