Soal Penembakan Polisi Terhadap Enam Pengikut MRS, Legislator PKS Duga Ada Pelanggaran HAM Berat
Bukhori Yusuf mengaku geram dan mengecam keras insiden penembakan yang dilakukan oleh oknum aparat sehingga mengakibatkan meninggalnya 6 anggota laska
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengaku geram dan mengecam keras insiden penembakan yang dilakukan oleh oknum aparat sehingga mengakibatkan meninggalnya 6 anggota laskar FPI atau pengikut Muhammad Rizieq Shihab (MRS).
Dia menganggap insiden mematikan yang menimpa anggota FPI saat tengah mengawal Habib Rizieq Shihab untuk mengisi pengajian subuh tersebut sebagai tindakan biadab dan tidak berperikemanusiaan.
“Saya mengutuk tindakan pembunuhan tersebut. Sejujurnya, saya sangat menyesalkan tindakan oknum yang sangat gegabah dalam melakukan penindakan tersebut sehingga mengakibatkan hilangnya enam nyawa manusia sekaligus," kata Bukhori kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).
"Sebagai orang yang terlatih, semestinya penggunaan senjata oleh aparat adalah upaya terakhir yang dilakukan dalam rangka melindungi diri dan/atau orang lain dengan cara melumpuhkan, bukan mematikan," imbuhnya.
Ia menambahkan, dalam perspektif Islam, nyawa manusia ditempatkan dalam kedudukan yang sangat berharga.
Baca juga: Politikus Hanura: Pernyataan Jubir FPI Justru Buktikan Rombongan Pengikut MRS Langgar UU No.22/2009
Baca juga: Di Mana Rizieq Shihab setelah Insiden FPI dan Polisi? Ketum FPI Sebut sang Pemimpin Diungsikan
Sebab, apabila terdapat seseorang yang dengan sengaja menghilangkan satu nyawa manusia, maka sama halnya dengan ia telah menghilangkan seluruh nyawa manusia.
Lebih lanjut, Ketua DPP PKS ini menganggap ada dugaan pelanggaran HAM serius yang telah dilakukan akibat arogansi oknum aparat.
Pasalnya, jika mengacu pada keterangan resmi DPP FPI menyebutkan bahwa anggota mereka yang menjadi korban justru tidak membawa senjata api maupun senjata tajam atau dalam posisi mengancam aparat sebagaimana dituduhkan oleh pihak Polri.
Terlebih, kejanggalan semakin menguat mengingat posisi para korban saat itu adalah dalam rangka melakukan pengawalan HRS yang akan melakukan dakwah keluar kota, bukan mobilisasi massa ke dalam kota dalam rangka menghalangi penyidikan Polri terhadap HRS sebagaimana dirisaukan oleh aparat.
“Ini adalah tindakan teror terhadap pemuka agama untuk kesekian kalinya. Ironisnya, tindakan kali ini justru dimotori oleh oknum aparat hingga mengakibatkan terenggutnya nyawa orang lain yang tidak bersalah," ucapnya.
"Semestinya pemerintah menjadi yang terdepan dalam melindungi setiap warga negaranya, sekalipun mereka berseberangan pikiran dengan pemerintah. Sejak awal saya telah memperingatkan pemerintah supaya mengutamakan komunikasi yang persuasif, bukan intimidatif. Lakukan pendekatan yang merangkul, bukan memukul dalam menghadapi pihak yang kritis,” pungkas Anggota Komisi VIII DPR RI tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.