Suami-Istri Dilaporkan Tipu Pengusaha Rp 39,5 Miliar, Ngaku Eks Menantu Petinggi Polri
AKBP Dwiasi Wiyatputera, memastikan ada beberapa korban lain dengan modus serupa yang sudah tertipu oleh kawanan pelaku ini.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subdit 2 Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap tujuh pelaku kasus penipuan dan penggelapan dengan modus tawaran investasi sejumlah proyek, diantaranya bidang tambang, yang semuanya fiktif.
Para pelaku dibekuk di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, pekan ini.
Akibatnya korban ARN yang merupakan seorang pengusaha mengalami kerugian hingga Rp 39,5 Miliar atau tepatnya Rp 39.538.849.015,-.
Penipuan ini diotaki pasangan suami istri DK alias DW dan KA.
Aksi pasangan suami istri ini dijalankan sejak Januari 2019 terhadap ARN.
Tersangka DK mengaku mantan menantu salah satu petinggi Polri.
Baca juga: Ahli Hukum Perdata: Jika Mengacu ke KUHP, Antam Tidak Bertanggung Jawab atas Penipuan
Tujuannya untuk membuat korban percaya atas tawaran investasi proyek fiktifnya.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Dwiasi Wiyatputera, memastikan ada beberapa korban lain dengan modus serupa yang sudah tertipu oleh kawanan pelaku ini.
Untuk itu, ia memberikan tiga tips ke masyarakat agar terhindar dari penipuan dengan modus tawaran investasi proyek fiktif ini.
"Pertama, agar mencari informasi atau identitas si penawar investasi. Ia sebagai apa dan menjabat apa di perusahaan apa, dicari kebenarannya. Serta sesuai atau tidak dengan identitas aslinya," kata Dwiasi, Rabu (27/1/2021).
Kedua, katanya masyarakat agar jangan lekas percaya dengan keuntungan besar yang ditawarkan.
"Ketiga, cek legalitasnya. Bisa dicek apakah terdaftar di OJK atau tidak. Intinya dipastikan dahulu apakah penawar memiliki kapasitas dalam menawarkan investasi," kata Dwiasi.
Ia memastikan ada beberapa korban lain selain pengusaha ARN, yang tertipu tawaran investasi kelompok ini.
"Beberapa korban lain ini, masih kami dalami dengan memeriksa saksi dan pengumpulan barang bukti. Modus pelaku tetap sama, menawarkan kerjasama dan investasi sebuah proyek besar, yang sebenarnya fiktif," kata Dwiasi di Mapolda Metro Jaya, Rabu (27/1/2021).
Menurut Dwiasi, kawanan pelaku yang diotaki pasutri ini bekerja cukup rapi dan sistematis dan terstruktur.
"Mereka melakukan penipuan dengan perannya masing-masing secara sistematis dan terstruktur. Ada yang mengaku Dirut perusahaan tertentu sampai penampung dana investasi," katanya.
Selain itu, kata Dwiasi, pelaku secara rinci menjelaskan proyek yang akan dilakukan termasuk prospek keuntungan besar yang akan diraup.
"Dengan tawaran keuntungan yang cukup besar, membuat korban tertarik berinvestasi memberikan dananya ke para pelaku," ujar Dwiasi.
Baca juga: Penipu Ulung Akhirnya Diringkus, Kerap Mengaku Sebagai Advokat, Hakim Tipikor dan Wali Kota
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan dari tujuh tersangka yang diamankan pekan ini, dua pelaku yang merupakan otak kasus ini dilakukan penahanan sementara lima lainnya tidak.
"Otak kawanan ini adalah pasangan suami istri DK dan KA. Kepada korban ARN, pelaku mengaku mantan menantu salah satu petinggi Polri. Dengan begitu diharapkan korban percaya hingga mau menginvestasikan dananya," kata Yusri.
Selain DK dan KA, kata Yusri, lima tersangka lainnya yang tidak dilakukan penahanan adalah FCT, BH, FS, DWI, dan CN.
"Tersangka pasutri dilakukan penahanan karena berperan aktif dalam melakukan penipuan dan penggelapan dan menampung uang hasil kejahatan tersebut," kata Yusri.
Sementara lima lainnya tidak dilakukan penahanan karena peranannya pasif. "Dan kelima tersangka tersebut kooperatif," katanya.
Yusri menjelaskan penipuan yang dilakukan para tersangka pada korban dilakukan mulai Januari 2019 hingga akhir 2020.
"Ada enam proyek fiktif yang ditawarkan kepada korban untuk berinvestasi sepanjang 2019 sampai awal 2020," kata Yusri.
Proyek fiktif itu mulai dari beberapa proyek tambang batu bara hingga proyek pengurusan perparkiran di mall dan hotel.
"Karena pelaku DW mengaku mantan menantu petinggi Polri, serta besarnya keuntungan yang ditawarkan, membuat korban tertarik menanamkan uangnya untuk 6 proyek yang ditawarkan itu," ujar Yusri.
Karenanya kata Yusri sejak 2019, korban sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 39,5 Miliar.
"Pelaku mengaku memiliki banyak pengalaman di bidang bisnis perminyakan dan memiliki banyak proyek yang menjanjikan banyak keuntungan," kata Yusri.
Kemudian tersangka menawarkan kerjasama proyek tersebut kepada korban dengan menunjukkan worksheet proyek yang isinya penjabaran modal yang dibutuhkan dan keuntungan yang akan diperoleh oleh korban
"Selanjutnya tersangka meminta korban untuk memberikan uang atau dana dalam rangka membiayai proyek-proyek tersebut. Hingga totalnya sebesar Rp 39,5 Miliar," kata Yusri.
Namun katanya, korban mulai curiga pada akhir 2020, dan akhirnya diketahui semua proyek yang ditawarkan adalah fiktif.
"Korban ARN seorang pengusaha, akhirnya melaporkan dugaan penipuan ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari 2020," katanya.
Dari sanalah, kata Yusri, pelaku melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti hingga membekuk tujuh tersangka.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi Wiyatputera mengatakan karena perbuatannya para tersangka dijerar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan atau pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan atau pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 3,4,5 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 Miliar," katanya.
Sementara itu pengacara korban ARN, Albert Yulius dari kantor Yudha Dewi Setiawan Sihombing Law Firm menambahkan, kejadian yang menimpa kliennya bermula di awal Januari 2019. Di mana tersangka memperkenalkan diri sebagai mantan menantu petinggi Polri.
"Pengakuan itu membuat korban tertarik menanamkan uangnya untuk 6 proyek yang ditawarkan itu, hingga korban mengeluarkan dana sebesar Rp 39,5 Miliar," kata Albert.
"Pelaku juga mengaku memiliki banyak pengalaman di bidang bisnis perminyakan dan memiliki banyak proyek yang menjanjikan banyak keuntungan," kata Albert.
Dijelaskan Albert, tersangka menawarkan kerjasama proyek tersebut kepada korban dengan menunjukkan worksheet proyek yang isinya penjabaran modal yang dibutuhkan dan keuntungan yang akan diraih.
Namun katanya, korban mulai curiga pada akhir 2019, setelah keuntungan yang dijanjikan tidak ada.
"Dan tersangka semakin sulit dihubungi, akhirnya diketahui semua proyek yang ditawarkan adalah fiktif. Korban ARN seorang pengusaha, akhirnya melaporkan dugaan penipuan ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari 2020," katanya.
Menurut Albert, pihaknya mengapresiasi Polda Metro Jaya yang akhirnya berhasil mengungkap kasus ini dan menetapkan tujuh tersangka.
"Sehingga pelaku tidak beraksi hingga menimbulkan korban yang semakin banyak," kata Albert.