Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng' di Tengah Pandemi Covid-19
Di tengah pandemi Covid-19 ini, praktis membuat pendapatan Mpe Goyong berkurang. Sebab, pembeli alat-alat musik produksinya sepi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oen Sin Yang atau Mpe Goyong (66) adalah seorang seniman 'Cina Benteng' di Kampung Tehyan, Tangerang.
Ia dikenal kerap mengiringi musik untuk pemakaman jenazah warga keturunan Tionghoa.
Jiwa seniman Mpe Goyong mengalir dari ayahnya, Pang Tjin Nio atau Masnah, seorang penyanyi dan penari cokek tiga zaman.
Saat ditemui, Goyong tengah duduk di atas kursi tua, di teras kediamannya.
Ia mengenakan pakaian lusuh, dengan celana pendek cokelat muda, tengah santai dan mengotak-atik Tehyan, alat musik dari Tiongkok, yang menjadi bagian warga peranakan Cina Benteng di Kota Tangerang.
Goyong menggesekkan alat musik, yang terbuat dari kayu jati, batok kelapa, dan dua senar tersebut.
Nadanya terdengar tinggi sulit dimaknai.
"Dulu ayah saya seorang pemain gambang kromong, lalu menurunkan minatnya itu ke anak-anaknya," kata Goyong kepada Tribun Network, Rabu (3/2/2021) lalu.
Ia tengah memainkan Tehyan sejak 1972. Lalu memulai minatnya untuk memproduksi alat musik tersebut.
Saat ini, ia membuatnya dari kayu-kayu bekas.
"Sekarang beli jati susah," ucapnya.
Dalam sebulan, menurut Goyong, ia bisa memproduksi 10 Tehyan.
Satu alat musik dapat dibuat dengan rentang waktu 3 hari.
Ada tiga jenis alat, yakni Kongahyan, Sukong, dan Tehyan.