Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng' di Tengah Pandemi Covid-19

Di tengah pandemi Covid-19 ini, praktis membuat pendapatan Mpe Goyong berkurang. Sebab, pembeli alat-alat musik produksinya sepi.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng' di Tengah Pandemi Covid-19
nur ichsan/warta kota/nur ichsan
NGIBING - Warga Cina Benteng sedang ngibing lagu Sirih Kuning, diiringi alunan musik Gambang Kromong Nada Baru, pimpinan Muchtar Murim, dalam rangka menyambut perayaan Peh Cun, di Cetiya Koet Goan Bio, Karawaci, Kota Tangerang, Rabu (8/6). Musik tradisional yang lahir dari perpaduan musik Betawi dan Tionghoa ini, sangat disukai warga Cina Benteng yang bermukim di terpian Kali Cisadane, yang kini telah diakui sebagai warisan budaya Betawi yang perlu dijaga dan dilestarikan. Warga Cina Benteng akan merayakan Perayaan Peh Cun pada Kamis (9/6) ini hingga 12 Juni mendatang. WARTA KOTA/Nur Ichsan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oen Sin Yang atau Mpe Goyong (66) adalah seorang seniman 'Cina Benteng' di Kampung Tehyan, Tangerang.

Ia dikenal kerap mengiringi musik untuk pemakaman jenazah warga keturunan Tionghoa.

Jiwa seniman Mpe Goyong mengalir dari ayahnya, Pang Tjin Nio atau Masnah, seorang penyanyi dan penari cokek tiga zaman.

Saat ditemui, Goyong tengah duduk di atas kursi tua, di teras kediamannya.

Ia mengenakan pakaian lusuh, dengan celana pendek cokelat muda, tengah santai dan mengotak-atik Tehyan, alat musik dari Tiongkok, yang menjadi bagian warga peranakan Cina Benteng di Kota Tangerang.

Goyong menggesekkan alat musik, yang terbuat dari kayu jati, batok kelapa, dan dua senar tersebut.

Nadanya terdengar tinggi sulit dimaknai.

Berita Rekomendasi

"Dulu ayah saya seorang pemain gambang kromong, lalu menurunkan minatnya itu ke anak-anaknya," kata Goyong kepada Tribun Network, Rabu (3/2/2021) lalu.

Ia tengah memainkan Tehyan sejak 1972. Lalu memulai minatnya untuk memproduksi alat musik tersebut.

Warga Cina Benteng, Kota Tangerang, merayakan Sejit Kongco Hok Tek Tjeng Sin ke 331 di Vihara Nimmala Boen San Bio, Sabtu (22/2/2020). Dalam perayaan ulangtahun yang mebngusung tema, Keberagaman Budaya Mempererat Toleransi dan Kebersamaan, Warga Cina Benteng berbaur dengan masyarakat lainnya berduyun duyung datang menyaksikan acara yang menampilkan beragam kekayaan seni budaya dan kuliner hasil akulturasi budaya warga Tionghoa dengan Indonesia. (WARTAKOTA/Nur Ichsan)
Warga Cina Benteng, Kota Tangerang, merayakan Sejit Kongco Hok Tek Tjeng Sin ke 331 di Vihara Nimmala Boen San Bio, Sabtu (22/2/2020). Dalam perayaan ulangtahun yang mebngusung tema, Keberagaman Budaya Mempererat Toleransi dan Kebersamaan, Warga Cina Benteng berbaur dengan masyarakat lainnya berduyun duyung datang menyaksikan acara yang menampilkan beragam kekayaan seni budaya dan kuliner hasil akulturasi budaya warga Tionghoa dengan Indonesia. (WARTAKOTA/Nur Ichsan) (Wartakota/Nur Ichsan)

Saat ini, ia membuatnya dari kayu-kayu bekas.

"Sekarang beli jati susah," ucapnya.

Dalam sebulan, menurut Goyong, ia bisa memproduksi 10 Tehyan.

Satu alat musik dapat dibuat dengan rentang waktu 3 hari.

Ada tiga jenis alat, yakni Kongahyan, Sukong, dan Tehyan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas