Mahfud MD di Webinar Menyikapi Perubahan UU ITE: Pasal Karet, Kita Bisa Revisi
Mahfud MD mengakui bahwa setelah berlaku hampir berlaku 12 tahun, ternyata pasal karet dalam Undang Undang Infomatika dan Teknologi (UU ITE) harus dil
Editor: Toni Bramantoro
"Saya mikir kok rasanya dulu tidak begini, dulu kita ingin memberi kepastian hukum transaksi teknologi tapi kok tiba-tiba urusan caci maki," ujar M. Nuh.
Nuh menyebut UU ITE kini menjadi ganjalan bagi demokrasi di Indonesia. Tidak saja di lapisan masyarakat, wartawan pun banyak dirugikan karena dilaporkan ke pihak berwajib dengan merujuk UU ITE.
Hal itu disampaikan Nuh saat menjadi pembicara yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dengan tema Menyikapi Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Kantor Pusat PWI, Jakarta.
Muh. Nuh melanjutkan, awalnya ide dari ITE untuk memberikan payung transaksi-transaksi ekonomi, dan perkembangan informasi digital Indonesia.
"Dulu itu kan tanda tangan harus tanda tangan basah, yang punya legal standing diteken pakai meterai, cap stempel dan lainnya. Faks juga belum punya dasar, sekarang sudah bisa dijadikan produk hukum," imbuhnya.
Nuh menambahkan melalui Surat Edaran Kapolri mengenai Penanganan Perkara UU ITE belum cukup untuk bisa melindungi masyarakat.
"Saya coba pahami begitu Kapolri keluarkan aturan kalau sudah minta maaf tidak perlu dipenjara, tapi penting agar UU ITE ini dibuat turunan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen) yang memang berikan perlindungan rasa keadilan pada masyarakat," ujarnya.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Pusat Atal S Depari saat memberikan sambutan pada acara Webinar mengatakan UU ITE seharusnya memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Membangun kehidupan demokrasi yang lebih baik dan menciptakan kesejahteraan rakyat.
"Bukan justru menakut-nakuti warga yang menyampaikan pendapat berbeda dan kritis. Sedangkan ceck and balance merupakan kehidupan demokrasi yang baik," ujar Atal dalam sambutannya pada acara Webinar.
Menurutnya, ceck and balance hanya bisa terjadi jika kebebasan berbicara, berpendapat, berpikir kritis serta kemerdekaan pers tetap berjalan secara bebas dan bertanggung jawab.
Untuk webinar lanjutan, Atal S Depari pun mempunya wacana akan menghadirkan nara sumber yang kredibel serta mendatangkan korban pelaporan atau mereka yang pernah bersinggungan dengan pelaporan UU ITE.
Webinar yang diikuti oleh sekitar 300 peserta ini dimoderatori oleh Wina Armada.